Sabtu, 12 Februari 2011

“Ata Beo Tu'u Meu Gho”

Mungkin kita pernah mendengar seseorang mengucapkan kata seperti itu. Entah untuk keperluan bercanda semata atau memang sengaja untuk menjatuhkan mental seseorang.

Ata Beo adalah sebuah ungkapan yang di tujukan kepada seseorang yang tidak mengikuti perkembangan zaman. Ata Beo berasal dari kata Ata (orang) dan Beo (kampung) (bahasa Manggarai). Bahasa Indonesianya Orang Kampung. Ata Beo Dapat di artikan juga dengan udik atau kampungan. Ata Beo juga dapat berlaku untuk menyebut suatu makanan, pakaian, tempat, perilaku, cara berbicara ataupun gaya hidup. Intinya Ata Beo adalah sebuah ungkapan untuk menyepelekan atau meng-under estimed-kan sesuatu.

Wengu (makanan yang terbuat dari tepung jagung atau tepung beras), rani (makanan yang terbuat dari padi yang stenga matang), kokis ene (makanan yang terbuat dari campuran pisang da tepung beras),zozong (terbuat dari tepung jangung), langsung di klaim sebagai makanan ata beo, apalagi jika kemudian di sandingkan dengan pizza, spagetty, steak, atau apalah nama makanan asing lain yang berbau import. Tardisi lezong juga sering di anggap ata beo, dan tidak mungkin bersaing jika kemudian muncul kafe-kafe, kedai kopi, gerai-gerai food court (tempat nongkrong) yang tiba-tiba dengan ajaibnya menjamur di seantero kota. Terkadang untuk tidak di sebut 'ata beo'pun seseorang harus merelakan melepas uangnya untuk bersenang-senang semalaman di tempat tempat hiburan malam (clubbing, dugem,) dan entah apalagi istilahnya untuk menyebut tempat-tempat seperti itu.

Mungkin kita tidak menyadari bahwa sebenarnya wengu alias rebook dan kopi pa’it lebih enak di perut kita, tak seburuk resiko jika kita mengkonsumsi makanan-makanan import yang jelas berkolesterol tinggi. Saun tete ghazu jauh lebih mulia jika tujuannya untuk sekedar makan, dari pada yang mati-matian mempertahankan imej harus makan di restourant mahal. Masih banyak tempat refresing lain yanag lebih sehat dari pada harus membuang uang hanya untuk membeli kesenangan palsu. Lebih nyaman berkubang dalam buku pengetahuan, mendengarkan musik, bercanda dengan teman, daripada tenggelam dalam kumpulan manusia hura-hura, yang menyembunyikan identitasnya atas nama gaul.

Saya sedikit heran jika ada orang bisa dengan gampang men-jugde sesuatu sebagai yang ata beo. Tidak berlebihankah dia? Bukankan tidak ada kota jika tidak ada beo? Bukankah semua yang kita konsumsi sehari-hari juga juga berasal dari beo? bukan kah mata air yng mengalir di rumah kita, padi yang menjadi beras, kapas yang menjadi pakaian, kayu dan batu yng menjadi rumah juga ada di beo?Beo itu ibu dimana kita menjadi dan berasal. Beo itu mengembalikan kita pada ke'manusian' kita yang tak sempurna dan fana. Beo juga mengingatkan kita pada Tuhan, karena ke'alamian' hanya bisa di ciptakan olehnya.

Saya tidak mengajak anda untuk menjadi anti pada peradaban, saya hanya ingin mengingatkan, bahwa terkadang sesuatu yang kita pandang dengan sebelah mata, mempunyai nilai yang berharga. Mencari kesenangan adalah hak kita. Karena tak melulu hidup hanya di sikapi dengan bersedih. Tapi jangan sampai kita merusak diri dan pikiran kita hanya karena takut dikatakan 'ATA BEO'!!

Oleh: Gyovani Sarwolfram