Sabtu, 28 Maret 2009

Belis

BELIS, APA KABARMU?

oleh Agus "jomlo" Budiarta

Sekitar bulan juni tahun 2008, saya mengikuti acara perkawinan seorang teman. Kebetulan dia orang Yogyakarta dan isterinya orang Yogyakarta pula. Di tengah ramainya pesta “mantenan” ala orang Jawa ini, saya berbincang-bincang dengan tamu yang hadir. Saya pun merasa enjoy dengan acaranya. Tiba-tiba, seorang ibu muda mengatakan kepada saya. Mas aslinya dari mana?. Dengan ramah saya menjawab kalau saya aslinya dari Flores tepatnya dari Manggarai. Ibu muda ini rupanya agak sedikit mengenal dengan adat daerah Manggarai. Lalu dia berujar, disana katanya ada istilah “belis” ya?..,”belis” itu sebenarnya apa toh mas? wah, saya jadi kebingunan tuk menjawab pertanyaan ibu muda itu, maklum, sejatinya apa itu belis saya juga g tahu.. tapi dengan agak ST-nya saya pun menjawab kalau belis itu semacam penghargaan sekaligus ungkapan terimakasih atas Air Susu Ibu..lho, ko.. cuma air susu ibu yang di hargai..Lalu “air susu bapaknya” mana?..dasar iseng..mana ada “air susu bapak”...yang ada tu “air susu ibu"...
Dalam minggu-minggu terakhir ini saya sedang bingung maklum saya baru saja mendapatkan info kalau saudara saya yang akan menikah di kenai belis sebesar 100 juta.. waow..angka yang sangat fantastis tentunya..dalam hati kecil saya berujar. Gimana kalau uang 100 juta ini saya gunakan untuk bayar kuliah S1 atau S2 saya..rasanya sudah lebih dari cukup..tapi kayanya logika saya ini tidak sama dengan logika orang kampung sana. Andaikan saja hal ini saya ungkapkan didepan orang kampung pasti mereka akan berujar.. Dasar!!! hanya karena uda kuliah sampai yogya..tiap bulan terima kiriman dari orang tua..makannya enak-enak... terus pulang ke Manggarai hanya mau menjadi pembangkang tehadap adat yang ada..lho ko saya dibilang pembangkang!! padahal saya cuman mempertanyakan esensi dibalik harga 100 juta tadi.. Tapi mau bagaimana lagi yang namanya adat kata orang tua tidak sama dengan logikanya orang sekolahan... Kamu tu masih kecil..padahal usia saya uda hampir kepala tiga lho pak..Kalau mau mengerti adat..lahir duluan dong..biar g cengeng kaya sekarang ini.. saya ko dibilang cengeng..
Ditengah kebingunan, adik saya yang bernama “Pato” berujar kepada saya “kae apa orang kampung mengerti dan tahu tentang krisi global ya”??? saya jadi kepikiran, apa karena krisi global lalu “belis” juga harus dinaikan... terus logika adatnya dimana kalau demikian adanya..Ya..Sekarangkan apa2nya naik bung..sembako naik...harga tuak naik, harga babi, kuda, dll sebagainya naik.. Jadi wajar saja kalau harga “Belis” pun naik.. apa memang masyarakat di kampung sana mengerti dengan krisis global??. apa mereka ngerti istilah “Tricle Down Effect” ala orde baru..sesuatunya selalu meretes kebawah.. atau mereka mengerti dengan hukum permintaan dan penawaran dalam transaksi ekonomi???.. Kalau Permintaan Naik Penawaran turun..Kalu belisnya naik???. Apanya yang turun???...Harga diri tentunya kraeng...masa harga belisnya..
Waduh..saya jadi risih rasanya ketika dengan belis 100 juta harga diri pun ikut turun.. Kini ”belis” menjadi perbincangan hangat di Manggarai. Belis sudah semacam ”prestise” bagi sebagian orang. Padahal esensi di balik ”Belis” ini tidak ada sama sekali.. ataupun nilai intrinsiknya tidak ada sama sekali.. yang ada hanya utang kira-kanan, beban mental dan psikologis dan beban lain sebagainya..
Lho..ko saya jadi sewot ya...orang lain yang kena belisnya..tapi yang repot???.. Dasar ”sure” alias Suka Repot!!..Tapi saya pun akahirnya sadar, maklum saya termasuk dalam kelompok ”OTS” alias ”Orang Telat Sadar”. Ketika seorang teman yang bernama ”Etuck” berkata kepada saya..hey..Bung...kalau kamu ”sindrom belis” 100 juta, tidak usah nikah dengan orang Manggarai saja..cari saja orang Jawa sana..tapi kalau masih juga tidak mau dengan orang Jawa.. mending ke laut aje Lu..Ko malah disuruh ke laut si..mangnya saya ikan apa?? situ aja x yang kelaut.. biar tahu kalau ikan yang dilaut sana juga sedang mumet karena kena dampak krisis global...
Tentu ada banyak orang menggerutu dengan tulisan saya ini..ada yang menilai kalau saya orang yang ”suka repot” urusan orang lain. Atau barangkali ada yang menilai saya sebagai ”AWW” alias ”Ata Wedol Weru”.. g apa-apa..mau dilabelin seperti apa yang penting saya menulis unek-unek ini..siapa tahu dengan menulisnya saya akan menjadi ”waras” sedangkan orang yang membacanya akan menjadi bagian dari ”Ata Wedol Weru” tadi...so what gitu lho...




Kilas Parodi.
1.Belis adalah sebagai bentuk ungkapan terima kasih atas ”Air Susu Ibu”. tapi sekarang ini belis di lihat sebagai ”prestise” bagi sebagian orang Manggarai. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula harga belis yang harus dibayarkan.
2.Belis yang besar kadang menimbulkan efek negatif yang besar pula. beban utang ada, yang lebih para adalah beban mental. Anda jalan kemana-mana selalu di gosipkan oleh orang. ”Pasangan die sio te paca seratus juta nempisa. Am nio nia keta molas”
3.Trend harga 100 juta akan menjadi maindsett berpikir orang Manggarai.. Setiap ada yang mau membayar belis harga setandarnya akan mulai 100 juta.. ini budaya yang jelek tentunya.
4.Perlu pemikiran ulang tentang belis.. Tidak hanya soal paradigma..tapi logikanya perlu diluruskan sekaligus menjawab apa esensi di balik harga itu sendiri. Biar anak-cucu kita nantinya tetap mempertahankan adat yang baik dan benar.
5.Mana yang anda pilih ”belis yang besar atau Harga diri”.. silakan pilih..tidak usah dikirim kemana-mana..cukup untuk direnungkan sendiri-sendiri saja... terima kasih..




Wa Salam,
Tim ”Joak” IKAMARSTA

2 komentar:

  1. kaka agus nia pengalaman hitu ta asa ata joak ite e, hehehehe

    sukses ikamarsta e.

    BalasHapus