Selasa, 17 Maret 2009

PEMBEDAYAAN SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI MANGGARAI TIMUR

PEMBEDAYAAN SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI
MANGGARAI TIMUR
(Neka Hemong Kuni Agu Kalo)

Oleh Dr. Niklaus Got*

A. Latar Berlakang
Pemekaran manggarai menjadi tiga kabupaten (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur) merupakan wujud tanggung jawab dan konsekuensi pemerintah pusat sesuai dengan amanat undang-undang dasar 1945 yang diamandemen, pasal 18 dan undang-undang otonomi daerah nomor 32 tahun 2004 pasal 4. Pemekaran tersebut bukan dipandang dari sudut luas wilayah idealnya enam kabupaten, namun dari penyebaran penduduk dan jumah kecamatan yang ada sudah cukup. Ironisnya pemekaran masih membuat pro dan kontra dalam masyarakat. Terlepas dari itu, Manggarai Barat sudah disahkan DPR RI (dewan perwakilan rakyat republik Indonesia) pada tahun 2003 dan telah memiliki bupati dan waki bupati defenitif. Jika Manggarai Barat sebelum adanya bupati dan wakil bupati defenitif, pejabat bupatinya ditunjuk oleh gubernur dan direkomendai Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, sebaliknya Manggarai Timur sebelum adanya bupati dan wakil defenitif pejabat bupatinya ditunjuk oleh bupati kabupaten Manggarai. Namun, persoalannya sekarang adalah pejabat bupati Manggarai Timur yang ditunjkan bupati dan wakil bupati defenitif Manggarai yang direkomendasi Menteri DalamNegeri Republik Indonesia, belum dilantik. Alasannya sangat klasik, belum diterima oleh seluruh stakeholder Manggarai Timur. Konsekuensinya roda pemerintahan di sana belum berjalan efektif.

Dalam rangka mencari solusi masalah tersebut di atas, maka perlu adanya partisipasi dari semua pihak, termasuk dari kalangan mahasiswa dan para cendekiawan, budayawan sebagai betuk kepedulian terhadap persoalan yang dihadapi Pemerintah Daerah Manggarai dan seluruh stakeholder masyarakat baik organisasi maupun simpatisan. Bupati dan wakil bupati defenitif yang diinginkan masyarkat Manggarai Timur adalah mampu meningkatkan SDM (sumber daya manusia) khas Manggarai Timur maupun mempertahankan bahkan mengembangkan budaya khas Manggarai Timur dan mampu meningkatkan ekonomi serta mendongkrak pendapatan perkapita masyarakat Manggarai Timur.
Karena diskusi publik ini yang diprakarsai Mahasiswa asal Manggarai Timur yang kuliah di Yogyakarta dan sekitarnya merupakan blue print agenda komunikasi yang efektif dan efisien, serta relevan dan urgen untuk menyamakan persepsi dan pandangan masing-masing bagi penyeleksian masalah tersebut di atas.

Pemberdayaan, jika merujuk pada konteks pemekaran kabupaten Manggarai Timur yang baru disahkan DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) pada pertengahan juli 2007, dan belum ada pejabat bupati untuk menjalankan roda pemerintahan sementara, maka hal tersebut perlu ditelaah secara kritir pada tataran praktisi namun tetap dalam perspektif akademin dan bebas nilai. Pemberdayaan sosial titik sentralnya adalah mengoptimalkan kemampuan SDM (sumber daya manusia) Manggarai Timur; pemberdayaan budaya titik sentralnya adalah meningkatan mutu hasil karya manusia yang mewarnai jati diri masyaraksat dan individu Manggarai Timur, dan pemberdayaan ekonomi sentralnya adalah tercukupinya kebutuhan ekonomi yang berarti tercukupinya kebutuhan sandang pandang bagi seluruh rakyat dan selanjutnya mampu mendongkrak pendapatan perkapita masyarakat Manggarai Timur, agar dapat hidup lebih layak seperti rakyat Indonesia lainnya. Jadi, esensi dari pemekaran kabupaten Manggarai Timur selain mempermudah dan meratanya pelayanan adaministrasi bagi masyarakat, juga meningkatkan pendapatan perkapita, optimalnya pengelolaan potensi daerah, representatifnya permberdayaan sosial, budaya dan politik, terkendalinya angka kelahiran yang berdampak pada terkendalinya pertumbuhan penduduk sesuai dengan angka pertumbuhan ekonomi serta meningkatnya pertahanan dan keamanan masyarakat.

B. Permasalahan
Bertolak dari latar belakang maslah tersebut di atas, maka permasalahan yang perlu dikritisi secara praktis dan dalam perspektif akademis serta bebas nilai adalah bagaimana membuat pemetaan secara deskriptif yang kontekstual dan proposional, integral dan komprehensif bagi upaya pemmberdyaan sosial, budaya dan ekonomi Manggatai Timur.



C. Pemberdayaan Sosial
Pemberdayaan sosial titik sentralnya adalah pemberdayaan manusia secara individu. Pemberdayaan manusia secara individu titik sentralnya adalah manusia muda. Pemberdayaan manusia muda yang disebut pemuda, substansi kaum cendekiawan atau intelektual, titik sentralnya adalah optimalnya kemampuan sember daya manusia yang bersumber pada kesadaran tinggi, kesadaran pada tataran empat dimensi yaitu pandangannya sangat luas, akan sangat penjang, isi pikirannya sangat dalm dan ide atau intuisinya sangat tinggi. Kesadaran pada tataran empat dimensi sepertiini disebut kesadaran kosmis (Ouspensky, 1970: 303). Berkat kesadaran kosmis rasul Paulus bertobat, berubah dari pribadi yang sangat brutal, brandal, kejam, sadis menjadi pribadi yang sangat santun, saleh, patuh dan penuh kasih. Kasih menurut rasul Paulus adalah sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak mencari keuntungan diri sediri, tidak dendam, dan bersukacita karena kebenaran bukan karena ketidakadilan (Korintus 13:4-6).

Kesadaran kosmis menurut telaah psikologis, ditentukan oleh dua faktor yaitu internal (hereditas) dan eksternal (lingkungan). Faktor internal (hereditas) sangat tergantung pada gen yang diturunkan orangtua dalam berbagai hal, antaraa lain IQ (intelligence Quotient), EQ (emotional Quoetient), dan SQ (social Quotient). Keseimbangan ketiga hal ini akan melahirkan sumber daya manusia individu yang memilki kesadaran pada empat dimensi yaitu kesadaran kosmis. IQ tinggi ditandai dengan mampu memecakan masalah tanpa masalah, EQ ditandai dengan sabar tanpa batasa tidak mudah marah dan tidak cepat tersinggung dan SQ tinggi ditandai sangat sensitif dan selalu inisiatif dalam memecah masalah. Faktor eksternal adalah lingkungan sosial dan alam. Lingkungan alam adalah potret topografi yang susbur dan jenis vegetasi yang menambah kesubran tanah, memperbaharui temperamen manusia secara individu. Lingkundan sosial dibedakan atas tiga yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat yang memperbaharui etika pergaulan individu dan norma moral dalam hidup bemasyarakat.

Jadi permberdayaan sosial berkat kesadaran kosmis, esensinya semakin mengoptimalkan kemampuan manusia secara individu. Karena itu pemberdayaan sosial perlu ditelaah dalam empat hal menurut SWOT (strenght, weakness, opportunity dan threat).
1. Strenght (kekuatan)
a. Menurut Kuntjaraningrat (1970:190) etnis masyarakat Manggarai relatif bersifat homogen yaitu berasal dari mongoloid-melayu, dengan variasi atas beberapa etnis seperti Minagkabau, Bugis, Makasar, Selayar, Bima dan Gorontalo.
b. Masih kuatnya agama nenek moyang warisan Mongoloid-melayu, menghormati ceki atau seki (roh-roh nenek moyang), naga golo ( mahluk halus) yang menjaga perkampungan dan naga uma (mahluk halus) yang menjaga ladang pertanian. Keyakinan ini mirip dengan barongsai dalam agama konghucu (konfusius).
c. Masih kuatnya kharisma tu’a gendang sekaligus tu’a lingko (penjaga genderang sekaligus penguasa atas areal lanadang untuk kebun yang berbentuk bulat) dalam satu kampung.
d. Masih kuatnya hak ulayat yaitu hukum yang tidak tertulis dan diwariskan secara turun temurun kepada anak cucu yang dipegang oleh tu’a gendang (penguasa atas genderang). Selai tu’a gendang ata juga tu’a teno weri landuk (penguasa yang bertugas menanam kayu induk) pada suatu lingko untuk dibagikan secara adil kepada anggota kebun ladang dalam satu kampung.
2. Weakness (kelemahan)
a. Masih maraknya perkawinan dalam sesama etnis dan perkawinan tunggu dungka (cross-cousin asimetris). Menurut hukum Mendel perkawinan semacam ini tidak memberikan manfaat bagi kelangsungan keturunan karena pada umumnya anak yang dilahirkan, secara biologis menghasilkan keturunan yang tidak energik, daya juang rendah, secara sosiologis agak sulit beradaptasi dengan lingkungan masyarakat dan IQ berada di bawah rata-rata.
b. Pengaruh reformasi dan globalisasi, masih ada anggota masyarakat yang tidak patuh pada tokoh adat yang memiliki kharisma. Akibatnya, mereka ini selalu bertingkah laku yang tidak sesuai dengan etika dan norma yang dianut masyarakat sehingga mengakibatkan terjadinya benturan sosial. Mereka membuka ladang pertanian semaunya, mengabaikan etika dan norma yang dianut masyarakat.
c. Tetap ada anggota masyarakat yang ingin menghilangkan hak ulayat dan diganti dengan hukum formal. Namun kehadiran hukum formal menimbulkan benturan dengan tradisi sosial yang dibangun melalui hukum ulayat.
d. Terlalu merendahkan diri pada tempat yang tidak perlu diungkapkan. Ungkapan basa basi neka rabo (jangan marah) setiap kali berjumpa atau berbicara pada hal perjumpaan atau pembicaraan itu tidak menimbulkan akibat yang membuat orang lain marah, tetapi justru bermakna membuat orang jadi munafik.
3. Opportunity (peluang)
a. Temperamen serius, tidak identik dengan watak keras, kasar, menang-menangan tetapi dibalik itu tersirat watak lemah lembut, jujur, setia, sportif. Hal ini menurut Whithead (1979) selain disebabkan faktor internal juga faktor eksternal.
b. Perilaku linggop (rendah hati cara Manggarai, bukan rendah diri) adalah khas Manggarai yang termanifestasi melalui courtesy dalam pergaulan.
c. Berkat berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah, Nomor 32 tahun 2004, menggantikan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, tentang pemilihan Bupati dan wakil Bupati secara langsung oleh rakyat, merupakan modal dasar bagi rakyat yang memiliki hal untuk memilih dan dipilih sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam rangkak mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih, berwibawa, adil dan transparan. Dengan demikian, pembangunan Manggarai Timur berguna bagi terwujudnya kesejahteraan secara adil dan merata bukan suatu utopia.
d. Pemekaran kabupaten Manggarai Timur secara politis mempersempit rentang kendali dari pemeritah pusat ke daerah-daerah yang ada di bawahnya pada tingkat kabupaten, secara geografis mempersemput jarak tempuh perjalanan dinas dari desa dan kecamatan ke ibu kota kabuipaten dan sebaliknya, serta secara administratif tentu memerlukan pengangkatan tenaga pergwai negeri sipil yang baru. Hal ini merupakan peluang bagi para sarjana fresh graduate mengikuti test seleksi menjadi PNS (pegawai Negeri sipil). Diharapkan sarjana fresh graduate mempu berkerja cerdas bukan kerja keras, mendharma-baktikan tenaga dan pikiran bagi percepatan kemajuan Manggarai Timur.
4. Mengubah threat menjadi opportunity
a. Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang berarti meningkatkan kesadaran kosmis hidup bermasyarakat, bagi manusia yang putus sekolah, pemerintah daerah pada tingkat kabupaten perlu menyediakan alokasi dana yang berasal dari APBD untuk membiayai pendidikan mereka yang putus sekolah melali paket A setara dengan ijazah SD, paket B setara dengan ijazah SMP dan paket C stara dengan SMA.
b. Dalam rangka meningkatkan kesadaran kosmis hidup bermasyarkat, pemerintah daerah pada tingkat kabupaten perlu adanya alokasi dana yang berasal dari APBD untuk menyelenggarakan kursus-kursusu keterampilan sesuai dengan potensi masayarkat. Masyarakat Manggarai Timur memiliki potensi bertenun agar hasil tenunannya semakin bermutu dan memiliki nilai jual yang tinggi maka diperlukan kursus-kursus keterampilan. Selain itu tokoh masyarakat yang mimiliki keterampilan tertentu perlu studi banding ke luar daerah baik antar kabupaten maupun antar propinsi untuk mengetahui cara-cara masyarkat lain dalam meningkatkan keterampilannya.
5. Tradisi yang tetap dipertahankan
a. Kegiatan sosial dodo dan wekol (mengerajakan kebun ladang bersama-sama dan bergilir) rambet (kerja kebun ladang dengan imbalan makanan penuh tanpa pemarih), campe atau sampe (kerja kebun landang dengan imbalan secukupnya).
b. Kegiatan sosial lodok uma yaitu membagi ladang untuk kebun berdasarkan ukuran dengan menanam landuk (kayu pusat) kemudian dengan lance atau lanse (kayu pembatasa dengan anggota lain) lurus dari pusat hingga ke pembatas akhir, makin keluar makin besar dan dibuat lebe (sayap) yang mirip dengan sarang laba-laba.
c. Kegiatan sosial kumpul kope yaitu kumpul uang dari semua anggota masyatakat dalam satu kampung untuk membayar mas kawin (paca atau wagal) bagi salah satu anggota keluarga yang menikah dengan gadis lain di tempat lain.
d. Kegiatan sosial caer cumpeng atau saer sumpeng yaitu memindahkan bayi bersama ibunya dari tempat tidur sementara dekat tungku api selama 8 hari utuk memperlancar keluar darah kotor ibu.
e. Kegiatan sosial boak ata mata (menguburkan orang yang meninggal) dan kelas (pesta kenduri) bagi orang yang sudah meninggal.

E. Pemberdayaan Budaya
Pemberdayaan budaya berkat kesadaran kosmis titik sentralnya adalah semakin optimalnya mutu hasil-hasil karya manusia. Optimalnya mutu hasil-hasil karya manusia titik sentralnya adalah optimalnya keterampilan induvidu bagi keberadaannya dalam masyarakta yang termanisfestasi melalui mutu potret bangunan rumah adat yang disebut niang. Rumah adat niang berbentuk bulat lonjong, makin ke atas makin kecil, model atapnya seperti payung setegah terbuka. Rumah ada dihuni oleh tokoh dari beberapa etnis yang dipercaya masyarakat seagai tu’a gendang (tokoh kharisma pemangku dan penjaga genderang). Tugas dari tu’a gendang adalah menjaga keharmonisan secara horizotal yaitu antara individu dengan individu, antara individu dengan masyarakat, antara masyarakat dengan masyarkat dan keharmonisal hidup secara vertikal antara manusia dengan mori agu ngaran ata jari agu dedek tana wa awang eta (Tuhan Pencipta Langit Dan Bumi), ceki atau seki dan naga golo yang menjaga perkampungan serta naga uma yang menjaga kebu ladang atau sawah.

Jika ada anggota masyarakat yang menurut kepercayaan agama nenek moyang menyimpang dari etika dan norma hidup masyarakat maka tugas dari tu’a gendang harus segera mengambil tindakan yang sesuai dengan etika dan norma hidup bermasyarakat menurut tradiis agama nenek moyang. Dalam perselingkuhan pada masyarakat ada istilah jurak. Jurak yaitu hubungan sebagai suami istri yang tidak sesuai dengan tradisi garis keturunan yang tidak dikehendaki terjadi menurut tradisi agama nenek moyang, misalnya ema ngoeng anak, anak ngoeng ende, nara ngoeng weta. Jika dalam satu kampung terjadi hubungan selingkuh maka tugas tu’a gendang harus segera mencari pemecahannya. Solusi yang lazim dilakukan masyarakat akibat jurak biasanya terdapat lonto lobo ngensung atau ngencung pana mata loho (duduk di atas lesung, menengadah ke atas dan menantang matahari) sambil bersumpah dilakukan melalui tudak dengan memotong seekor kerbau dan kepalanya dibenamkan ke dalam tanah di dekat compang/sompang (tempat memberi sesajian) kepada mori agu ngaran ata jari agu dedek ta wa awang eta, ceki/seki, naga golo yang menjaga perakampungan dna berjanji utuk tidak terulang kembali pada perbuatan serupa. Jika jurak sering terjadi dan tidak mencarikan solusi secara baik dn benar oleh tu’a gendang maka peringatan dari Tuhan, ceki/seki, naga golo datang berupa bencana alam. Peristiwa yang baru terjadi di Manggarai berupa tanah longsor, banjir, tenggelamnya perkampungan penduduk, dan menelan banyak korban jiwa, jika dianalisis pada tataran kesadaran empat dimensi yaitu kesadaran kosmis adalah peringatan dari Tuhan, ceki/seki, naga golo yang menjaga perkampungan bahkan naga uma yang menjaga pertanian jik erjadinya bencana itu di ladang pertanian atau sawah.

Jadi pemberdayaan budya berkat kesadaran kosmis, esensinya semakin optimalnya mutu hasil-hasil karya manusia. Karena pemberdayaan budaya perlu ditelah dalam empat hal menurut analisis SWOT.
1. Strenght
a. Tetap mempertahankan budaya dalam bentuk rumah adat yang disebut niang. Rumah adat yang disebut niang yang berbentuk bulat, lonjong, makin ke atas makin kecil, model atapnya seperti payung setengah terbuka. Rumah ini tempat bekumpulnya semua warga dan memecahkan berbagi jenis persoalan masayarkat dalam perspektif agama nenek moyang, memiliki kekuatan spiritual yang bersifat transenden. Selain itu memiliki kekuatan profan yang bersifat imanen, hubungan horisontal antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam sekitar.
b. Gendang berbentuk bulat memiliki rongga dan dilapisi atau ditutupi dengan kulit kambing dan diikat dengan larik, selain sebagai kekuatan masyarakat dalam satu kampung juga simbol ikatan pemersatu hubungan horisontal antara masyarakat yang sangat rapat dan mapan dan sebagai simbol ikatan pemersatu hubungan vertikal.
c. Membunyikan gendang dan gong dan diiiringan dengan lagu-lagu daerah sambil menari-nari kegembiraan pada saat pesta merupakan simbol hubungan horisontal dan vertikal yang harmonis.
d. Tembong (genderang kecil) sebagai induk dari gendang berbentuk bulat lonjong pada suatu sisi yang agak besar ditutup dengan kulit kambing dan diikat dengan larik atau rotan dan pada sisi lain yang agak kecil dibiarkan terbuka. Maknanya tembong bagian tertutup itu sebagai simbol berkumpulnya seluruh warga sambil bergandengan tangan dalam satu etnis atau satu kampung untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan kemudian mereka bersama-sama keluar yang disimbolkan pada tembong sebagai terbuka untuk mencari nafkah, mencari kerja sesuai dengan profesinya masing-masing. Setelah selesai mencari nafkah atau mencari kerja mereka berkumpul kembali di rumah tembong sebagai induk gendang untuk menyatakan syukur atas hasil yang dicapai dalam musim kerja selama satu tahun kepada yang Maha Kuasa dalam sebuah pesta penti/berwalih.
e. Memberi sesajian selain pada cabang/sabang yang ditancapkan di compang di tengah kampung juga pada lempar yang digantung pada lutur menurut panga yaitu etnis atau klan dan memberikan sesajuan kepada warisan leluhur seperti keris, mangkuk buatan Cina atau pusaka lain pada pesta penti atau di Jawa disebut bersih desa, jika dilakukan secara baik dan benar sesuai dengan kebiasan yang sering dilakukan akan mendatangkan kenyamanan hidup bagi yang menjaganya.
f. Tu’a teno (penguasa kayu senu berbentuk gasing yang ditanam di pusat kebun/lingko) prosesnya berawal dari acara tudak di rumah gendang kemudian menuju lingko yang hendak dibagi kepada anggota untuk melaksanakan kegiatan weri landuk sebagai pusat ladang kemudian pada radius satu jengkal dengan membentuk lingkaran, tu’a teno membagi kepda setiap anggota sebesar satu, dua atau tiga jari tangan dan dengan lance/lanse ditarik lurus dari landuk hingga ke sini/sising. Dari landuk ladang kelihatan kecil makin keluar makin besar dan berbentuk lingkaran dan pada setiap bagian dibuat lebe yang nampaknya seperti sarang laba-laba.
g. Jika tu’a teno menjalankan tugasnya dengan baik dan benar dan semua anggota toe mangga tiluing wahe deko artinya tidak selingkuh, maka semua anggota ladang pertanian, tanamannya akan tumbuh subur tanpa gangguan dan akhirnya akan memanenkan hasil. Tanda-tanda anggota ladang yang terlibat kasus tiling wahe deko tanamannya selalu dimakan tikus. Jika tilung wahe deko yaitu selingkuh diatasi menurut tradisi agama nenek moyang, rocang/rosang dihadapan tu’a teno maka tanamannya tidak akan dimakan tikus lagi. Karena itu tu’a teno sama seperti tu’a gendang atau tu’a tembong sangat dihormati di dalam masyarakat. Jadi masyarakat yang gagal panen karena tanamannya diserang hama tikus adalah mereka tidak patuh pada tu’a teno.
2. Weakness
a. Tradisi nenek moyang zaman dahulu membangun perkampungan di atas bukit atau lereng-lereng gunung untuk terhindar dari serangan musuh namun rawan terhadap bahaya banjir dan tanah longsor hingga sekarang masih tetap dipertahankan. Hal ini disebabkan karena meraka merasa sudah sangat menyatu dengan sang maha kuasa yang menjaga mereka. Istilah mereka yang sangat mapan adalah tana serong dise empo mbate dise ame, pateng wae worok golo. Jika dipaksakan harus pindah dilakukan melalui upacara adat yang besar misalnya menyembelih seekor kerbau sebagi tumbal.
b. Memberikan sesajian kepada warisan nenek moyang tidak secara baik dan lancar bahkan tidak dilakukan sama sekali akan kelihatan dalam pola hidup tidak memberikan kenyamanan atau hidupnya tidak harmonis baik secara keluarganya sendiri maupun dengan keluarga tetangga. Tanaman kebun ladang atau sawah yang dikerjakannya tidak memberikan hasil maksimal karena tanamannya kelihatanya dimakan hama tikus, namun tidak ditelaah pada tataran kesadaran empat dimensi yaitu kesadaran kosmis, sesungguhnya tanamannya itu dimakan oleh roh-roh dari warisan nenek moyangnya sendiri.
c. Masyarakat yang sudah tidak menghormati lagi tu’a gendang/tu’e tembong dan tu’a teno sangat kelihatan. Hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan masyarakat sangat longgar karena tidak ada etika dan norma hidup bermasyarakat yang dianut. Akibatnya kasus jurak dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dan wajar dalam hidup bermasyarakat.
d. Masih ada budaya kembeleis (lalai, tidak peduli), budaya sendel atau hendel (cemooh, sinis), dalam teknik pengelolaan lahan pertanian, dan bahkan tidak memberikan apresiasi terhadap teknik pengelolaan lahan pertanian yang dilakukan orang lain.
e. Masih kuatnya budaya kumpul-kumpul sambil main kartu dengan taruhan uang dalam jumlah besar, juga budaya kumpul-kumpul hanya ngobrol yang tidak ada manfaatnya sambil minum minuman tuak raja atau sopi “bm” (bakar menyala) hingga mabuk, sehingga tugas utama tertunda, bahkan terlupakan, sehingga musim tanam pun terlewatkan.
3. Opportunity(Peluang)
a. Pemerintah daerah kabupaten Manggarai Timur perlu memprakarsai perubahan kurikulum sekolah sejak SD (Sekolah Dasar) hingga SMA(Sekolah Menengah Atas), dengan memasukkan budaya daerah sebagai asset daerah yang harus dilestarikanguna meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berbudaya, beradab, etis, dan bermoral.
b. .Dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah terbaru nomor 32 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat sebesar 20 % dan Pemerintah Daerah sebesar 80% (propinsi 20%, kabupaten 60%), merupakan modal besar bagi pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Timur untuk mengalokasikan dana perbaikan kurikulum sekolah secara memadai guna meningkatkan mutu dan kekhasan lulusan sekolah, yang dibebankan kepada APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah).

4. Mengubah Threat(Tantangan) menjadi Opportunity (Peluang)
a. Mengantisipasi dengan termarjinalnya tarian-tarian dan lagu-lagu daerah oleh lagu-lagu pop, dengan mendesain secara professional tarian-tarian dan lagu-lagu daerah sesuai tuntutan zaman, bahkan harus masuk ke dalam kurikulum sekolah sejak dari SD hingga SMA.
b. Mengembalikan tradisi Tudak (doa persembahan) yang tereliminasi sejak masuknya Agama Katolik hingga tahun 1970an dianggap menyembah berhala, sebagaimana diajarkan guru-guru sekolah dasar pada masa orde lama.Tudak merupakan bagian puncak dari upacara ritual agama nenek moyang untuk menghormati Mori Agu Ngaran Ata Jari Agu Dedek Tana wa Awang eta (Tuhan Pencipta Langit dan Bumi), ceki atau seki (roh-roh leluhur), naga golo (makhluk halus) yang menjaga perkampungan, naga uma (makhlus halus) yang menjaga kebun ladang.
c. Menyederhanakan tradisi pesta-pesta dalam skala besar seperti paca atau wagal (mas kawin) yang secara sosiologis hanya demi mengangkat prestise atau harga diri pada pihak anak rona (orang tua istri), namun secara ekonomis justru mengorbankan prestise anak wina (orang tua suami) karena harus menyerahkan uang pasa atau wagal (mas kawin) dan nggolong (belis) dalam jumlah banyak. Istilah manggarai yang tidak diperlukan dibudayakan adalah toe tombo cokol (sokol) toe tura tud, dan harus ada terobosan baru dengan membayar uang pasa atau wagal (mas kawin) dan ngglong (belis) sesuai dengan kemampuan pihak anak wina orang tua suami.
d. Melakukan promosi tari-tarian dan lagu-lagu daerah secara professional pada tingkat nasional bahkan internasional, guna menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Manggarai khususnya Manggarai Timur.Makin banyak kunjungan wisatawan, makin meningkat pendapatan asli masyarakat, yang berarti meningkat pula pendapatan asli daerah karena banyak uang yang dibelanjakan wisatawan di sana.Dalam rangka mengantisipasi kunjungan wisatawan khususnya mencanegara, perlu mempertahankan keaslian tari-tarian daerah , lagu-lagu daerah, masakan dan minuman khas Manggarai yang bias dinikmati para wisatawan ketika berkunjung ke daerah tersebut dengan tarif yang memadai. Selain itu mempertahankan keaslian kerajinan masyarakat seperti tenunan, pembuatan tikar, topi, tas khas Manggarai sebagai cindera mata bagi wisatawan untuk dibawa pulang ke daerah asalnya.
e. Perlu sosialisasi sarana dan prasarana seperti pembangunan jalan raya, air bersih, dan penerangan, yang dibangun pemerintah agar masyarakat merasa memiliki dan menjaga sebagai aset untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
f. Segera melakukan reboisasi (penghutanan kembali) pada daerah-daerah yang sudah gundul akibat penebangan liar, terutama pada daerah-daerah yang kemiringannya 30o -70o, guna mencegah terjadinya erosi dan tanah longsor.
g. Mengantisipasi perubahan musim yang sulit dipantau dengan pengetahuan tradisional masyarakat, dan mencari alternatif lain dengan menerapkan teknologi baru dan menemukan jenis tanaman yang tahan terhadap perubahan musim yang tidak menentu.
5. Tradisi yang tetap dipertahankan
a. Tradisi budaya, seperti membangun rumah genderang dan/atau tembong dengan bentuk khas Manggarai yang disebut niang.
b. Tradisi budaya, seperti membuka ladang baru dari proses weri landuk (menancapkan kayu pusat) hingga panen hasil tanaman dilakukan melalui upacara tudak (doa persembahan) dengan bentuk khas Manggarai yang disebut lingko yang berbentuk sarang laba-laba.
c. Untuk sebuah lingko ada istilah weok(membuka ladang baru sama sekali), dan ada istilah haung sue (daun cabang, artinya membuka ladang baru, yang mepet dengan ladang yang sudah ada, baik yang bersamaan maupun yang sudah ada sebelumnya).

E.Pemberdayaan Ekonomi
Pemberdayaan ekonomi berkat kesadaran kosmis titik sentralnya adalah semakin optimalnya pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat, yang berarti semakin optimalnya pemenuhan kebutuhan sandang pangan.Semakin optimalnya pemenuhan sandang pangan titik sentralnya adalah semakin optiomalnya pendapatan per kapita yang ditandai rakyatnya dapat hidup di atas garis kemiskinan.Pertanyaan yang muncul adalah berapa besar pendapatan per kapita masyarakat Manggarai Timur? Untuk menjawab pertanyaan ini, dapat dicermati secara kasat mata bahwa pendapatan perkapita masyarakat Manggarai Timur tidak jauh berbeda dengan masyarakat Manggarai yang lainnya. Jika merujuk pada pendapatan per kapita nasional sudah barang tentu pendapatan per kapita masyarakat Manggarai Timur, juga Manggarai dan Manggarai Barat, masih jauh di bawah standar hidup layak. Indikasinya, pada musim panen berpesta pora, menjual hasil dengan harga yang murah, dan pada musim paceklik yang bersamaan dengan datangnya musim tanam, pergi ngende (minta bantuan bahan makanan kepada sanak keluarga) dan membeli hasil yang sama pada tengkulak dengan harga yang sangat mahal. Secara alamiah, masyarakat hanya mampu memanfaatkan satu kali musim tanam selama satu tahun. Jika musim tanam opada tahun itu mengalami perubahan, karena curah hujan tidak menentu, maka masyarakat akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sandang pangan selama satu tahun.alternatif yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan cekeng kelang atau sekeng kelang (kebun musim panas) yang berlangsung antara bulan Maret hingga Juni, dan hanya khusus untuk tanaman jagung dan jenis kacang-kacangan, seperti kacang hijau, kacang kedelai.

Demikian juga dengan masyarakat yang memiliki sawah kebanyakan memanfaatkan curah hujan, sehingga sawahpun hanya dapat dimanfaatkan satu kali musim tanam dalam satu tahun. Jika curah hujan tidak menentu dalam tahun tersebut, maka masyarakat juga akan mengalamikesulitan untuk memanfatkan sawahnya secara optimal. Sawah yang hanya memanfaatkan curah hujan, kalaupun bisa ditanam pada musimnya artinya curah hujan cukup memadai, hasil pannennya juga belum tantu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan selama setahun. Karena itu masyarakat harus bekerja ekstra tambahan, misalnya memelihara ternak seperti ayam, kambing, babi, kerbau, sapi, kuda dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan potrettopografi dan jenis vegetasi pada lingkungannya. Selain itu, masyarakat juga harus bekerja ekstra trambahan, misalnya menanam tanaman komoditi, seperti kopi, kelapa, kemiri, coklat, vanili, cengkeh. Tanaman tesebut juga kebanyakan memanfaatkan luas area yang sangat terbatas sesuai dengan potret topografi dan jenis vegetasi.

Bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang jenis vegetasinya ditumbuhi pohon arena tau enau, bisa memanfaatkannya dengan menyadap bunga jantan untuk mendapatkan mince atau minse (nira) yang rasanya manis. Proses awalnya, tangkai bunga jantan pohon aren atau enau (nama latinnya, zizyphus celtidifolia) yang sudah cukup tua, kumbuh (seludangnya) dibersihkan, kemudian menyediakan kayu yang disebut paci atau pasi (kayu pemukul tangkai bunga jantan pohon enau).Untuk memastikan jenis paci atau pasi, harus memperhatikan jenis kumbuh (seludang, kulit pemalut tangkai bunga jantan pohon aren) dan jenis buah bunga jantan pohon aren tersebut. Menurut pengalaman masyarakat Manggarai yang profesinya tewa raping (memukul tangkai bung a jantan pohon aren), jika jenis paci-nya salah akan ditandai ketika disadap tidak mengeluarkan airnya yang disebut mince atau minse. Karena itu, jika ada lagi tangkai bunga jantan yang lain, masih pada pohon yang sama, paci-nya harus diganti, hingga kemudian dapat menyadap mince (air tangkai bunga jantan pohon aren) yang rasanya manis. Ketika tewa (proses memukul), harus dengan teknik tinggi, dipukul dengan perasaan, tidak keras-keras, bahkan sambil dielus-dielus dan diiringi dengan lagu-lagu daerah yang mengharapkan akan mendatangkan berkah, yaitu ketika disadap nantinya akan mengeluarkan banyak mince. Mince atau minse yang rasanya manis, proses selanjutnya, pertama, jika direbus dan penguapannya dilepas begitu saja ke udara, akan menghasilkan gula;kedua, jika direbus dan penguapannya ditampung dengan bambu yang cukup panjang untuk disuling, akan menghasilkan sopi “bm” (bakar menyala); dan ketiga, ketika disadap langsung menaruh rekang dame r( ragi, endapan tuak yang terlekat pada suban laru yang berasal dari kulit pohon wadang, Pterospermum diversifolium) akan menghasilkan tuak raja atau tuak aren.Dengan demikian, orang yang profesinya di samping bertani memanfaatkan musim tanam, juga berprofesi sebagai kokor gola (merebus nira untuk menjadi gula), atau kokor sopi(merebus nira untuk menghasilkan sopi bm), sudah mampu menopang ekonomi keluarga, atau langsung menyaadap tuak raja atau tuak aren.

Jadi, pemberdayaan ekonomi berkat kesadaran kosmis, esensinya semakin optimalnya pendapatan per kapita masyarakat.Karena itu, pemberdayaan ekonomi perlu ditelaah dalam empat hal menurut analisis SWOT, yakni strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (peluang) dan mengubah threat (tantangan) menjadi opportunity (peluang).
1. Strength(Kekuatan)
a. Hak ulayat yang dipangku Tu’a Gendang (tokoh penguasa genderang) tugasnya melakukan pesta penti atau berwalih. Pesta ini substansinya mengucap syukur atas rahmat dari Mori Agu Ngaran Ata Jari Agu Dedek Tana wa Awang Eta karena hasil panennya melimpah, sekaligus na’a ntaung manga, pake ntaung weru (meletakkan tahun yang sudah lewat karena sudah panen, dan memasuki tahun baru, memanfaatkan musim tanam yang akan dihadapi), mengucap syukur kepada ceki atau seki (roh-roh leluhur) dan naga golo yang menjaga perkampungan.
b. Hak ulayat yang dipangku Tu’a Teno (tokoh penguasa kayu senu berbentuk gasing yang ditanamkan di pusat kebun) lingko, ketika membuka ladang baru untuk dibagikan secara adil dan merata kepada semua anggota dalam satu beo (kampung).
c. Potret topografi (keadaan permukaan tanah pada suatu kawasan) yang berbukit-bukit dengan kemiringan 30-70 derajat, dan memiliki struktur tanah yang subur, menyebabkan masyarakat sangat akrab dengan alam dan menguasai alam kendati dengan penguasaan teknologi yang seadanya.
d. Beraneka ragamnya jenis vegetasi, dan banyaknya daun-daun yang kering dan hancur, menyebabkan tanah pertanian masyarakat subur secara alami. Hal ini mendorong masyarakat melakukan sistem berladang dengan berpindah-pindah (ekstensif).Namun, lama-kelamaan system ini tidak dapat dipertahankan lagi, dan harus melakukan ssstem berladang yang menetap, mengolah tanah terus-menerus setiap kali menghadapi musim tanam(intensif).
e. Perpaduan potret topografi yang subur dan berbagai jenis vegetasi yang akan menambah tingkat kesuburan tanah, menyebabkan banyak jenis hewan ternak seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, babi, dan ayam, dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Hal ini mendorong masyarakat untuk mengembangkan system peternakan modern, kendatipun dalam skala kecil sesuai dengan potret topografi dan jenis vegetasinya.
f. Margasatwa seperti kijang atau rusa, babi hutan, babi landak, merupakan sumber nabati hewani yang banyak mengandung protein untuk kenutuhan manusia.
g. Margasatwa jenis burung, seperti kaka kiong (burung jalak), burung panjat atau kakatua, burung beo, burung maleo, ayam hutan, memiliki nilai jual, dan juga berfungsi sebagai penyeimbang dalam pelestarian lingkungan.
h. Semakin meningkatnya teknologi pertanian, yang ditandai masyarakat beralih dari sistem berladang membuka hutan (ekstensif) ke pembuatan pematang untuk dijadikan ladang permanen atau sawah (intensif), dan terasering di kawasan yang berbukit-bukit.
2. Weakness (kelemahan)
a. Perkawinan dengan sistem kala rana wene wua (sirih baru pinang bua) artinya tidak ada hubungan darah sebelumnya, dengan uang paca atau pasa atau wagal (mas kawin) yang mahal dan nggolong (belis) yang banyak, menyebabkan dua hal yang sangat dikotomis. Pada satu sisi menutup untuk tidak terjadi perkawinan poligami;namun di sisi yang lain, membuat perkembangan ekonomi keluarga yang baru tidak begitu cerah, karena masih harus melunasi utang yang dipinjamkan dari orang untuk dibayarkan kepada pihak anak rona (orang tua istri) pada waktu paca atau pasa atau wagal (mas kawin). Kompas pernah mengulas bahwa tingginya angka kemiskinan di NTT termasuk Manggarai, sebagian besar disebabkan mahalnya mas kawin dan tingginya belis.
b. Banyaknya sida atau cida (minta bantuan saudari) rata-rata dua hingga empat kali dalam satu tahun, untuk meringankan beban saudara dalam melunasi uang paca, bahkan untuk kepentingan yang lain, menyebabkan perkembangan ekonomi keluarga juga tidak menentu.Misalnya rencana untuk membangun rumah tertunda hanya karena uang tabungan harus dialihkan untuk sida atau cida.
c. Potret topografi pada suatu kawasan yang berbukit-bukit dengan struktur tanah yang subur dan berbagai jenis vegetasi yang menambah kesuburan, mendorong masyarakat untuk membuka lahan pertanian secara ekstensif, yaitu membuka hutan secara besar-besaran dan berpindah-pindah.Akibatnya terjadi penggundulan hutan dan hal iniberdampak terjadinya banjir, erosi, dan tanah longsor.
d. Kendatipun teknik pagar tanaman ala tradisional yang mengandalkan kayu di masa lalu sudah diganti dengan teknologi memasang jerat dari kawat, hal ini hanya terhadap jenis hewan tertentu seperti babi hutan, namun masih ada serangan hewan lain seperi babi landak. Hal ini menyebabkan kemampuan masyarakat untuk mengerjakan ladang pertanian menjadi sangat terbatas. Sering juga terjadi lahan yang cukup luas yang seharusnya panen lebih banyak, namun karena diserang hewan terus-menerus hasilnya berkurang. Hal ini membuat masyarakat menjadi ndeghel (lemas, malas) untuk bekerja lebih giat lagi.
e. Masih ada masyarakat yang menolak teknik pemupukan modern untuk kesuburantanaman secara kimiawi, karena masih mengandalkan pemupukan alami, sehingga hasil panen tidak maksimal.
f. Kegagalan panen di samping kecerobohan manusia yaitutidak mampu menemukan bibit tanaman yang cocok dengan unsur hara pada struktur tanah, juga karena keserakahan manusia yaitu tidak mampu menjaga keseimbangan alam atau merusak alam, serangan hewan liar terhadap tanaman yang tidak bisa diatasi karena hanya mengandalkan cara tradisional, juga karena perubahan musim yang berada di luar kemampuan pengetahuan manusia terutama tentang mulainya musim tanam.
g. Masih ada etos kerja masyarakat yang monoton, santai dan kurang inovasi.
h. Ketika musim panen berpesta pora, menjual hasil panen kepada tengkulak dengan harga yang sangat murah, dan ketika musim paceklik ramai-ramai pergi ngende (minta bantuan kepada sanak saudara), cokol atau sokol (pinjam uang tinggi), tuda (mengambil benda atau barang pada pihak lain dandikembalikan pada musim panen berikutnya dua kali lipat), yang bersamaan dengan datangnya musim tanam, dan bahkan membeli lagi hasil dari panennya sendiri kepada tengkulak dengan harga yang sangat mahal.
3. Opportunity (peluang)
a. Sumber daya alam sebagai hasil hutan dan hasil-hasil laut yang belum dikelola secara optimal dan profesional, menjadi tugas dan tanggung jawab kaum intelektual terutama Sarjana Fresh Graduate untuk mengelolanya.
b. Sumber daya alam seperti hasil-hasil tambang harus dikelola secara baik dan benar terutama dalam rangka pemerataan lapangan pekerjaan dan pembagian hasil secara berimbang antara masyarakat setempat dengan Pemerintah Daerah pada tingkat Kabupaten.
4. Mengubah Threat (tantangan) menjadi Opportunity (peluang)
a. Mengantisipasi perubahan musim yang sulit dipantau dengan pengetahuan tradisional masyarakat, dan mencari alternatif lain dengan pengetahuan teknologi baru dan menemukan jenis tanaman yang tahan trhadap perubahan musim yang tidak menentu.
b. Menyederhanakan tradisi pesta-pesta dalam skala besar seperti paca atau wagal (mas kawin) yang berpengaruh semakin menurunnya pendapatan perkapita masyarakat
c. Perlu melakukan promosi objek wisata agro pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian, guna menarik kunjungan wisatawan sebanyak mungkin. Makin banyak kunjunagan wisatawan, makin meningkat pendapatan asli asli masyarakat, yang ditandaidengan banyaknya uang yang dibelanjakan wisatawan di daerah tujuan wisata. Dalam rangka mengantisipasi kunjungan wisatawan terutama mancanegara, perlu mempertahankan keaslian agro pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian yang mampu menarik minat wisatawan ketika berkunjung ke daerah tersebut dengan tarif yang memadai.
d. Perlu sosialisai sarana dan prasarana seperti pembamgunan jalan raya, air bersih dan penerangan, yang dibangun pemerintah agar masyarakat merasa memiliki dan menjaga sebagai aset untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
e. Segera melakukan reboisasi (menghutankan kembali) pada daerah-daerah yang sudah gundul akibat penebangan hutan secara liar, terutama pada daerah yang kemiringannya 30-70 derajat guna mencegah terjadinya erosi dan tanah longsor.
f. Mengantisipasi dan mencegah sistem ijon yang dilakukan para tengkulak pada musim panen. Pemerintah seyogyanya pada musim panen membeli hasil petani dengan harga yang wajar, dan dijal kembali kepada petani pada musim paceklik yang bersamaan dengan datangnya musim tanam dengan harga yang wajar pula.
5. Tradisi yang Tetap Dipertahankan
a. Tradisi yang menopang ekonomi jenis ternak, disamping mengerjakan sawah dan ladang, juga memelihara ternak. Misalnya ayam.kambing,babi, kuda, kerbau, sapi. Hewan-hewan tersebut disamping untuk menopang kebutuhan ekonomi, juga dijual untuk mendapatkan uang dan membayar nggolong (belis).
b. Tradisi yang menopang ekonomi jenis tanaman seperti kopi, kelapa, fanili, coklat (kakao), kemiri, tembakau, cengkeh dan aren atau lontar.
c. Tradisi menyadap tangkai bunga jantan pohon aren atau lontar mengahasilkan mince atau minse (nira). Selanjutnya mince atau minse (nira) diproses dengan cara penguapan yang dilepas begitu saja ke udara, untuk mendapatkan gula aren. Dapat juga diproses dengan cara langsung memasukan rekang damer yaitu ragi, endapan tuak yang terletak pada suban laru yang berasal dari kulit pohon wadang, ke dalam bambu penyadap nira untuk menjadi tuak raja. Dapat juga diproses dengan cara penguapan yang ditampung ke dalam pipa bambu besar untuk disuling menghasilkan sopi bm (bakar menyala). Sebuah anekdot bagi mereka yang berprofesi menyadap nira untuk menjadi sopi bm (bakar menyala): dontor lopo manga woja longko, weda pangka leka manga woja wega artinya dengan membuat tuak raja atau sopi bm bisa menopang ekonomi keluarga.

F. Kesimpulan
Pemberdayaan sosial, budaya dan ekonomi Manggarai timur bisa terwujud, jika masyarakat mampu membuat pemetaan yang bermakna bagi pemberdayaan sosial, budaya dan ekonomi. Selain itu mampu mempertahankan Strength (kekuatan), mampu mengatasi weakness (kelemahan), mampu memnfaatkan Opportunity (peluang), bahkan menjadi Strength (kekuatan), mampu mempertahankan tradisi-tradisi sosial, budaya dan ekonomi yang dilakukan ketika menekuni bidang profesi.

Mutu SDM (Sumber Daya Manusia) akan ditandai dengan mutu jati diri, yang berarti mutu kesadaran pada tataran empat dimensi yaitu kesadaran kosmis, dan mutu kesadaran kosmis akan ditandai dengan tekun dan konsisten, mudah mencegah masalah tanpa menimbulkan masalah baru dalan menjalankan profesinya.

Peran SDM (Sumber Daya Manusia) dalam menekuni bebagai bidang profesi akan semakin dirasakan manfaatnya, jika Kabupaten Manggarai Timur cepat maju dalam berbagai bidang, terutama bidang sosial, budaya dan ekonomi, dengan catatan seluruh komponen masyarakat Manggarai Timur melihat tersebut sebagai karunia yang harus disyukuri, dimaknai, dipertahankan dan diberdayakan dengan mendharma-bhaktikan tenaganya dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Manggarai Timur.

*) Direktur AKPARDA. Pemerhati sosial budaya dan Ekonomi. Asal Pongkal, Pateng, Regho, Manggarai Barat. Disampaikan dalam diskusi bersama mahasiswa Manggarai Timur di Kampus Janabadra Yogyakata, 20 Oktober 2007.




Sumber Acuan
Hardono Hadi,1996, Jatidiri Manusia (Berdasarkan Filsafat Organisme Whitehead), Kanisius, Yogyakarta

Koentjaraningrat, 1997, Manusia dan kebudayaan Di Indonesia, Djambatan, Jakarata

Nicolaus Got, 2007, Makna Adat Istiadat, Leluhur Putri Nggerang, Budaya dan Pariwisata Manggarai Bagi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Perpustakaan Akparda, Yogyakarta

Ouspensky, P.D., 1970, Tertium Organum, The Third Canon of Thought A Key to the Enigmas of the World, Vintace Books, New York

Redaksi Sinar Grafika, 2002, UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 Secara lengkap (Pertama 1999-Keempat 2002), Sinar Grafika, Jakarta

Tim Penyusun Pustaka Pelajar, 2005, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

1 komentar:

  1. kae,beerdasarkan isi penjelaan diatas,saya ingin beranya lanjut....
    apakah dengan adanya belis yang besar pada tradisi orang manggarai mengakibatkan kehidupan ekonomi/ tingkat kemskinan tinggi?.padahal menurut saya yang kesehariannya berada ditenga-tenga masyarakat miskin,sesungguhnya faktor yang menyebabkan kemiskinan itu bukan karena belis besar,malainkan kesadaran akan pendidkan pada rakyat itu kurang.
    "hitu kanang ka'e.tiba teing..
    "fandi sina"

    BalasHapus