Sabtu, 28 Maret 2009

Belis

BELIS, APA KABARMU?

oleh Agus "jomlo" Budiarta

Sekitar bulan juni tahun 2008, saya mengikuti acara perkawinan seorang teman. Kebetulan dia orang Yogyakarta dan isterinya orang Yogyakarta pula. Di tengah ramainya pesta “mantenan” ala orang Jawa ini, saya berbincang-bincang dengan tamu yang hadir. Saya pun merasa enjoy dengan acaranya. Tiba-tiba, seorang ibu muda mengatakan kepada saya. Mas aslinya dari mana?. Dengan ramah saya menjawab kalau saya aslinya dari Flores tepatnya dari Manggarai. Ibu muda ini rupanya agak sedikit mengenal dengan adat daerah Manggarai. Lalu dia berujar, disana katanya ada istilah “belis” ya?..,”belis” itu sebenarnya apa toh mas? wah, saya jadi kebingunan tuk menjawab pertanyaan ibu muda itu, maklum, sejatinya apa itu belis saya juga g tahu.. tapi dengan agak ST-nya saya pun menjawab kalau belis itu semacam penghargaan sekaligus ungkapan terimakasih atas Air Susu Ibu..lho, ko.. cuma air susu ibu yang di hargai..Lalu “air susu bapaknya” mana?..dasar iseng..mana ada “air susu bapak”...yang ada tu “air susu ibu"...
Dalam minggu-minggu terakhir ini saya sedang bingung maklum saya baru saja mendapatkan info kalau saudara saya yang akan menikah di kenai belis sebesar 100 juta.. waow..angka yang sangat fantastis tentunya..dalam hati kecil saya berujar. Gimana kalau uang 100 juta ini saya gunakan untuk bayar kuliah S1 atau S2 saya..rasanya sudah lebih dari cukup..tapi kayanya logika saya ini tidak sama dengan logika orang kampung sana. Andaikan saja hal ini saya ungkapkan didepan orang kampung pasti mereka akan berujar.. Dasar!!! hanya karena uda kuliah sampai yogya..tiap bulan terima kiriman dari orang tua..makannya enak-enak... terus pulang ke Manggarai hanya mau menjadi pembangkang tehadap adat yang ada..lho ko saya dibilang pembangkang!! padahal saya cuman mempertanyakan esensi dibalik harga 100 juta tadi.. Tapi mau bagaimana lagi yang namanya adat kata orang tua tidak sama dengan logikanya orang sekolahan... Kamu tu masih kecil..padahal usia saya uda hampir kepala tiga lho pak..Kalau mau mengerti adat..lahir duluan dong..biar g cengeng kaya sekarang ini.. saya ko dibilang cengeng..
Ditengah kebingunan, adik saya yang bernama “Pato” berujar kepada saya “kae apa orang kampung mengerti dan tahu tentang krisi global ya”??? saya jadi kepikiran, apa karena krisi global lalu “belis” juga harus dinaikan... terus logika adatnya dimana kalau demikian adanya..Ya..Sekarangkan apa2nya naik bung..sembako naik...harga tuak naik, harga babi, kuda, dll sebagainya naik.. Jadi wajar saja kalau harga “Belis” pun naik.. apa memang masyarakat di kampung sana mengerti dengan krisis global??. apa mereka ngerti istilah “Tricle Down Effect” ala orde baru..sesuatunya selalu meretes kebawah.. atau mereka mengerti dengan hukum permintaan dan penawaran dalam transaksi ekonomi???.. Kalau Permintaan Naik Penawaran turun..Kalu belisnya naik???. Apanya yang turun???...Harga diri tentunya kraeng...masa harga belisnya..
Waduh..saya jadi risih rasanya ketika dengan belis 100 juta harga diri pun ikut turun.. Kini ”belis” menjadi perbincangan hangat di Manggarai. Belis sudah semacam ”prestise” bagi sebagian orang. Padahal esensi di balik ”Belis” ini tidak ada sama sekali.. ataupun nilai intrinsiknya tidak ada sama sekali.. yang ada hanya utang kira-kanan, beban mental dan psikologis dan beban lain sebagainya..
Lho..ko saya jadi sewot ya...orang lain yang kena belisnya..tapi yang repot???.. Dasar ”sure” alias Suka Repot!!..Tapi saya pun akahirnya sadar, maklum saya termasuk dalam kelompok ”OTS” alias ”Orang Telat Sadar”. Ketika seorang teman yang bernama ”Etuck” berkata kepada saya..hey..Bung...kalau kamu ”sindrom belis” 100 juta, tidak usah nikah dengan orang Manggarai saja..cari saja orang Jawa sana..tapi kalau masih juga tidak mau dengan orang Jawa.. mending ke laut aje Lu..Ko malah disuruh ke laut si..mangnya saya ikan apa?? situ aja x yang kelaut.. biar tahu kalau ikan yang dilaut sana juga sedang mumet karena kena dampak krisis global...
Tentu ada banyak orang menggerutu dengan tulisan saya ini..ada yang menilai kalau saya orang yang ”suka repot” urusan orang lain. Atau barangkali ada yang menilai saya sebagai ”AWW” alias ”Ata Wedol Weru”.. g apa-apa..mau dilabelin seperti apa yang penting saya menulis unek-unek ini..siapa tahu dengan menulisnya saya akan menjadi ”waras” sedangkan orang yang membacanya akan menjadi bagian dari ”Ata Wedol Weru” tadi...so what gitu lho...




Kilas Parodi.
1.Belis adalah sebagai bentuk ungkapan terima kasih atas ”Air Susu Ibu”. tapi sekarang ini belis di lihat sebagai ”prestise” bagi sebagian orang Manggarai. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula harga belis yang harus dibayarkan.
2.Belis yang besar kadang menimbulkan efek negatif yang besar pula. beban utang ada, yang lebih para adalah beban mental. Anda jalan kemana-mana selalu di gosipkan oleh orang. ”Pasangan die sio te paca seratus juta nempisa. Am nio nia keta molas”
3.Trend harga 100 juta akan menjadi maindsett berpikir orang Manggarai.. Setiap ada yang mau membayar belis harga setandarnya akan mulai 100 juta.. ini budaya yang jelek tentunya.
4.Perlu pemikiran ulang tentang belis.. Tidak hanya soal paradigma..tapi logikanya perlu diluruskan sekaligus menjawab apa esensi di balik harga itu sendiri. Biar anak-cucu kita nantinya tetap mempertahankan adat yang baik dan benar.
5.Mana yang anda pilih ”belis yang besar atau Harga diri”.. silakan pilih..tidak usah dikirim kemana-mana..cukup untuk direnungkan sendiri-sendiri saja... terima kasih..




Wa Salam,
Tim ”Joak” IKAMARSTA

Selasa, 17 Maret 2009

SAMBUTAN WALIKOTA YOGYAKARTA

SAMBUTAN WALIKOTA YOGYAKARTA DALAM PENTAS BUDAYA TARIAN CACI MANGGARAI

Assalamu’alaikum Wr. Wb dan salam sejahtera bagi kita semua.
Yth. Bapak Bupati Kabupaten Manggarai Timur
Serta seluruh anggota Ikatan Keluarga Besar Manggarai Timur yang berbahagia.

Kota Yogyakarta yang penduduknya memiliki tingkat heterogen tinggi mengemban begitu banyak khasanah tradisi, yang bersumber dari keanekaragaman budaya yang terangkai dalam jalinan Bhineka Tunggal Ika. Bertemunya berbagai budaya tersebut menjadi kekayaan yang sangat berharga bagi kota Yogyakarta. Menciptakan mozaik budaya yang sangat indah dan menjadi kekuatan budaya yang luar biasa.

Namun demikian, tantangan kita sekarang adalah bagaimana menjaga “keberlangsungan pemeliharaan” warisan budaya tersebut. Banyak di antara kita yang kurang memiliki kesadaran memiliki benda dan nilai-nilai sebagai cagar budaya. Selain itu, beberapa tahun belakangan ini kita mulai merasakan termarginalnya budaya-budaya lokal. Degradasi budaya ini secara faktual dipicu adanya perkembangan politik, sosial, ekonomi dan sosio-kultural yang secara tidak langsung menyebabkan perubahan kultural yang mendasar di kalagan masayarakat.

Pemerintah kota Yogyakarta memiliki komitmen yang tinggi guna menjaga citra ‘kota Yogyakarta sebagai kota berbudaya” seperti yang tercantum dalam misi kota Yogyakarta yaitu mempertahankan predikat kota Yogyakarta sebagai kota budaya dan kota perjuangan yang menjadi salah satu tujuan wisata utama di Indonesia. Pelestarian budaya menjadi sangat penting dipertahankan karena budaya merupakan tata nilai, simbol-simbol dan produk dari perikehidupan manusia yang akan mengahantarkan kita kepada tata kehidupan yang dinamis dan indah. Membangun sebuah peradapan yang lebih maju.

Berbagai strategi kebijakan pembangunan di bidang budaya telah ditetapkan oleh pemerintahan kota Yogyakarta antara lain:
1. Meningkatkan budaya kebersamaan dan kemandirian masyarakat melalui penguatan dan fasilitasi kegiatan komunitas dalam rangka mendukung percepatan pemulihan kondisi pasca gempa bumi
2. Memanfaatkan tingkat heterogenitas budaya yang ada dalam suatu interaksi positif antar budaya, sehingga menjadikan Yogyakarta sebagai kota berbudaya dengan wawasan global
3. Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai positif budaya lokal guna mempertahanakan jati diri dan kepribadian bangsa
4. Melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam menangkal pengaruh negatif globalisasi
5. Mendorong dan menumbuhkembangkan daya kreasi masyarakat dengan tetap mengaju pada etika, moral dan estetika, sehingga budaya lokal akan tetap terpelihara dan berkembang secara dinamis.
6. Memberikan apresiasi kepada pelaku-pelaku seni dan budaya sehingga selalu ada motivasi untuk berkembang dalam mempertahankan budaya lokal.

Hadirin yang berbahagia,
Kami menyambut dengan gembira terbentuknya kabupaten Manggarai Timur, kebijakan ini sangatlah efektif dan strategis menghantarkan masyarakat Manggarai Timur menuju penghidupan yang lebih baik dan berkualitas menuju kabupaten yang otonom. Dan agar kebudayaan Manggarai Timur dapat segera mencapai popularitas, perlu memiliki hal yang menonjol sebagai kekhasan daerah yang tidak dimiliki oleh daerah lain.

Kami menyambut baik di selenggarakannya Pentas Budaya Tarian Caci oleh Ikatan Keluarga Besar Manggarai Timur Seluruh Yogyakarta dalam menyongsong realisasi pembentukan kebupaten Manggarai Timur. Hikmah lain dari pentas budaya ini adalah untuk memperkenalkan budaya lama kepada generasi muda agar mampu melestarikan dan mempertahankan warisan budaya leluhur.

Tarian adat caci yang heroik, semoga maknanya dapat ditangkap secara luas tidak sekadar sebagai bentuk seni. Semangat kepahlawanan, keperkasaan, keralaan berkorban dalam suasana penuh kekeluargaaan dan kerbersamaan yang terangkai lewat gerakan-gerakan tarian yang bernuansa seni semoga dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat kabupaten Manggarai Timur dalam mengembangkan dan memajukan kedaerahan.

Aksi seni yang indah akan menjadi dasar pembentukan budaya masyarakat yang baik, dan ini akan mengarah kepada terciptanya perilaku-perilaku yang terpuji. Akhirnya, dengan mengucap “ bissmillahirrohmannirrohiim”, Pentas Budaya Tarian Caci secara resmi saya nyatakan dimulai. Semoga forum ini dapat meningkatkan solidaritas dan ras saling percaya di antara seluruh insan kota Yogyakarta.
Sekian.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.


Walikota Yogyakarta

ttd


H.Herry Zudianto

PENDIDIKAN TINGGI DI YOGYAKARTA : TANTANGAN DAN HARAPAN

PENDIDIKAN TINGGI DI YOGYAKARTA :
TANTANGAN DAN HARAPAN

Oleh Ben Senang Galus
“poli oke awon tanah manggarai, ngo nggirung kawe ilmu, kudut todo ranga one sa’i gala kudut penong bokong. Lalong pondong du ngom, lalong rombeng dut kolem. Eme toe di penong bokong toe gorik te kole. Le rahit po paci kudut paci dengkir tain. Lau tanah mese do kakar. Konem mola toe toto hau kakar tanah toe gorik te pelet, ae toe di haeng bate kawen, agu toe dicumang bate betuan. Eme kole neka ba kope kanang, porong ba wua nangka one lime wanangm, ba wua kempo one lime leom. Kudut naka lise amang, regek taungs ise ende, imus sangget ase ka’e.

Eme jiri ata mese mbegel, tegi dami dami emam agu endem, nggereta koe lemasm, nggerwa koe atim, ae manggarai tanah dading agu poro putes, gereng meu cengka gerak. Weang salang. Ai do kit cengkang salang toe di weang taungs le ata mese, ae ise ho’o ga reme nggirung kawe dani agu rejeki. Sangget uma manga lencet, sangat tae agu pande mangga waheng. Neka hemong morin agu ngaran, jari agu dedek, nggitu kole kone (koni) agu nao, ne nggitu pede dise ende agu ema one mai tanah manggarai”.

A. Catatan Pengantar
Tidak kita sadari, saat ini kita sudah berada pada abad 21. Suatu abad yang penuh dengan tantangan, mengingat sumber daya alam yang semakin menipis dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat yang jauh lebih berat dan kompleks sebagai akibat dari arus besar globalisasi yang terus menguat. Apabila dalam hukum alam dinyatakan bahwa energi yang lebih besar akan mengalir ke energi yang lebih kecil, ternyata dalam sistem global, yang kuat akan menghisap yang lemah, sehingga ketimpangan anatr negara maju dan negara berkembang akan semakin besar. Globalisasi juga telah menimbulkan ketidakadilan, karena negara berkembang masih sulit untuk mengimbangi kemampuan berkompetisi dan kemampuan mengikuti sistem pasar.
Globalisasi selain berpengaruh pada tatanan ekonomi, perkembangan Iptek telah pula mengubah nilai sosial, budaya dan lingkungan. Masyarakat yang tidak beradaptasi terhadap perubahan ini, dipastika akan menjadi masyarakat yang tertinggal.

Globalisasi ekonomi dengan perdagangan bebas sebagai jargon utamanya semakin dipacu oleh perkembangan kemajuan iptek yang semakin pesat. Sebagai konsekuensinya, persaingan antar umat manusia, antar kalompok dalam masyarakat, antar perguruan tinggi, antar bangsa menjadi semakin ketat. Dalam tatana kehidupan masyarakat global, masyarakat akan semakinterdorong untuk memasuki kehidupan masyarakat mega kompentitif . Tidak ada tempat pada masyarakat diberbagai belahan dunia tanpa kompentisi. Kompetisi antar bangsa, antar perguruan tinggi telah semakin mengemuka dan menjadi prinsip hidup yang baru karena dunia semakin terbuka dan bersaing dalam intensitas yang semakin tinggi. Faktor terpenting agar bisa berkompentisi dalam persaingan itu adalah pendidikan.

Jean Jacques Servan Screiber, dalam buku, The Japan Callenge , menulis begini : ketika negara adikuasa AS berlomba membuat senjata dan membangun militernya, maka jepang sedikitpun tidak pernah menghiraukannya. Sebab jepang menyadari kejatuhannya pada perang dunia ke- II, disebabkan oleh superioritas militer dan dengan demikian menurut Jean Jacques servan screibersuperioritas dibidang militer dan persenjataan tak akan memberikan arti bagi dunia dan kesejahteraan penduduknya. Maka negeri itupun membiarkan negara adikuasa untuk berlomba, sementara Jepang sendiri berusaha mengarahkan segala sumber dayanya untuk pengembangan kegiatan intelektual, penelitian ilmiah dan kreativitas di bidang ekonomi demi kesejahteraan penduduknya melaluii pendidikan.

Hal ini memang sudah menjadi fakta sekarang ini, dimana Jepang merupakan negara yang mempunyai pendapatan perkapitatertinggi di dunia dan sekaligus menjadi negara “adikuasa” dalam bidang perekonomian, dan negara itupun menjadi kreditorterbesar bagi negara- negara miskin, termasuk Indonesia. Jean Jacques Servan Screiber menggambarkan, Jepang sebagai negara yang akan memimpin dunia pada abad ini dan mendatang bersama- sama dengan Jerman. Dua negara yang pernah kaalah dalam perang dunia ke- II.

Dalam buku yang dikutip tadi, jean jacques servan screiber, menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi “adikuasa” pertama dan menjadi faktor determinan pada masa depan ketimbang militer. Seperti halnya sekarang ini, tantangan yang paling besar yang dihadapi dunia adalah perang ekonomi, tapi pohonya tetap pada satu hal, Everything Depends On Education .

Bagi sebuah negara berkembang, termasuk Indonesia, pendidikan harus ditempatkan pada skala prioritas dalam program pembangunannnya maka secara otomatis uang akan mengalir dengan sendirinya.

Apa yang ditulis oleh Jean Jacques Servan Schreiber diatas, sesungguhnya mau memperlihatkan kepada kita bahwa negara- negara yang berpengaruh maupun yang sudah mapan pada semua segi kehidupan pun, pendidikan tetap menjadi pilihan prioritas dalam program pembangunan. Pendidikan menjadi pilar utama dari sekian pilar lainnya. Sudah menjadi adagium umum bahwa, sebuah negara disebut beradab dan maju pasti pendidikan di negara tersebut sangat maju pula. Hal itu menjadi jelas betapa dinamika pendidikan menjadi pangkal bagi proses kemajuan suatu bangsa, kendatipun negara- negara besar itu sudah menjadi makmur dan maju dan jauh meninggalkan negara- negara berkembang, baik dalam kemakmuran ekonomi maupun penguasaan bidang- bidang strategis lainnya.

B. WTO dan Liberalisasi Pendidikan
Pendidikan merupakan aspek penting dalam era globalisasi. Sebab pendidikan telah terbukti sebagai sebuah industri yang sangat menguntungkan, dan siap dingosiasikan (ripe to negotiate) sebagai sebuah komoditas dalam arus perdagangan internasional. “trade in higher education is a million dollar busness...” (UNESCO, 2001); Rapidly growing however, is the private “education industry” ... this currently generates $ 1000 billion in the US alone...” (Education International, 2001).
Liberalisasi sektor pendidikan di dunia internasional difasilitasi oleh WTO (World Trade Organization) dalam GATS (General Agreement On Trade In Service) yang bertujuan untuk membuka akses pasarr terhadap sektor jasa. Pendidikan dimasukkan dalam sektor jasa ini bersama dengan 11 bidang jasa lainnya (bisnis, komunikasi, konstruksi, distribusi, pendidikan, lingkungan, keuangan, kesehatan, turisme, rekreasi, transportase dan jasa lainnya). Komitmen ini sudah dibahas dalam WTO Round di Meksiko pada bulan september 2003.

Munculnya istilah globalisasi pendidikan tinggi yang menganggap PT sebagai jasa yang bisa diperdagangkan atau diperjualbelikan. Sebagai catatan pemerintah RI telah meratifikasi WTO melalui UU Nomor 7/1994 dengan demikian sejak saat itu kita menjadi salah satu anggota WTO yang memiliki kewajiban untuk menaati segala aturan main yang ada di dalamnya.

Secara umum kebijakan seperti ini memang akan memberikan landasan bagi bangsa Indonesia untuk hidup di era globalisasi, tetapi tidak untuk bersaing. Karena paradigma dalam sistem pendidikannya tidak mempersiapkan suatu mekanisme yang memberi dan menjamin kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.

Sebagai tindak lanjut dari kebijakan ini maka ke depan semua PTN akan berubah layanan menjadi BHMN. Sebagai dampak dari perubahan ini, biaya kuliah di PTN meningkat sebesar 300 % menjadi 400 %, ini menunjukan bahwa liberalisasi pendidikan dapat dimmaknai sebagai upaya kapitalisasi pendidikan.

Sejalan dengan hal tersebut, komitmen liberalisasisektor pendidikan dalam GATS memang berfokus pada pendidikan tinggi (high education) dan pendidikan untuk orang dewasa (adult education). Pendidikan tinggi di Indonesia sendiri kini tidak lagi dikategorikan sebagai layanan publik, tetap lebih pada sektor profit. Akibatnya pendidikan tinggi di Indonesia menjadi lebih kompantibel dengan sistem pasar bebas dan akan dapat terus dituntut pembukaan akses pasarnya dalam GATS.

WTO sendiri menyadari betul substansi GATS bersifat strategis untuk beberapa negara, sehingga masih dimungkinkan adanya kelonggaran, baik dalam bentuk revisi, special statuses maupun exemptions, selama komitmen untuk membuka pasar tidak diganggu gugat.

Meskipun ECOSOC (2006) telah menyatakan kepriatinannya melihat kondisi pendidikan saat ini, namun usaha melindungi pendidikan publik dalam konteks pasar bebas akan menghadapi hambatan serius dalam mekanisme WTO. Beberapa negara cukup berhasil melindungi pendidikan publik mereka karena mereka telah memiliki aturan- aturan proteksionis yang berlaku sebelum komitmen liberalisasi pendidikan dicanangkan.

Sampai sejauh ini sekitar lebih dari 50 negara anggota WTO telah mengindikasikan komitmen “pembukaan pasar secara penuh” (full access to market) di sektor pendidkan tinggidan adult education. Masih sulit buat publik untuk mempercayai dokument itu, yang salah satu negara diantaranya adalah Indonesia. Diharapkan hingga hari ini tim negosiator dan draft komitmennya dapat lebih diekspos secara publik, agar masyarakat selaku konsumen utamanya memperoleh pesanyang tepat tentang komitmen progressive- liberalization.

Oleh karena pendidikan termasuk dalam sektor jasa yang diperdagangkan, maka persaingan produk perekonomian di pasar dunia tidak lagi bertumpu pada kekayaan sumber daya alam atau biaya buruh yang murah, namun ditentukan oleh inovasi (teknologi) dan atau kreativitas dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu peranan perguruan tinggi semakin penting dalam persaingan global. The Economist, menyatakan bahwa “portrays the universitty not just as a creator of knowledge, a trainer of young minds an a transmitter of culture, but also as a major agent of economics growth :the knowledge factory, as it were, at the center of knowledge economy”.

OECD (Organization for Economics Co- operation and Development, 1996) mengatakan bahwa, the knowledge- based ecnomy as creation, utilization and dessemination of knowledge and information are vital to ecnomics growth strategy .

Salah satu upaya penting utuk beradaptasi terhadap perubahan dunia adalah reformasi pendidikan.

Indonesia juga telah melaksanakan reformasi pendidikan melalui program yang disebut HELTS (higher education long term strategies) 2003-2010 yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada tanggal 1 April 2003. HELTS diharapkan dapat menjawab tantangan peningkatan daya saing bangsa, melalui quality assurance, access and equity, autonomy. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut PT di Indonesia telah menetapkan 3 kebijakan dasar yaitu nation’s comprehensive, autonomy and organizational healt.

Tantangan penyelenggara pendidikan tinggi di masa mendatang yang akan semakin kompleks, terutama dalam menghadapai arus globalisasi ekonomi, kompetisi internasional, kemajuan teknologi informasi dan kemajuan ipteks.

Menurut Kim Carter (2004) dalam publikasinya learning for the 21 century:”today’s edication system faces irrelevance unless we bridge to gap between how students live and how they lern”. Menurutnya, ada enam elemen kunci belajar di abad 21 adalah:
1. emphasize core learning subjects misalnya mathematics, science, foreign language, civic, government,economics, etc.
2. emphasize leaning skills yang terdiri atas information and communication skill, thinking and problem solving skills, interpersonal and self-directional skills.
3. use 21 cnetury tools do develop learning skills yang terdiri atas ICT literacy-“the interest, attitude, and ability to appropriatelty used digital technology an communication tools to acces, manage, integrate and evaluate information, construct new knowledge, and communicate with others inorder to participate effectively in society.
4. teach and learn in 21 century context yang terdiri atas real world examples, application and experience both inside and outside of school, relevant, angaging and meaningful to students lives. Outside the four classroom walls. Reaches out to communities, emplyers, community members and parents to reduce the boundaries that devide school from the real world.
5. teach and learn 21 century yang terdiri atas global awareness, financial, economics and bussiness literacy, civic literacy
6. teach 21 century assessments that measure 21 century skills yang terdiri atas a balance of assessment, high quality standized test for accountability purpose, classroom assessments for improving teaching and learning.use new information technologies to increase efficiency and timeliness.

Organisasi WTO dalam mengatur sistem perdagangan internasional membedakan dalam dua kategori yaitu kategori perdangangan barang dan perdagangan jasa. Selanutnya mekanisme perdagangan barang diatur dalam GATT (General Agreement On Tariff And Trade) sedangkan perdagangan jasa di atur dalam GATS (General Agreement On Trade In Services). Sampai saat ini WTO telah membagi batasan sektor jasa yang dapat diperdagangkan di tingkat dunia, adapun satu dari belasan sektor tersebut adalah pendidikan. Oleh karena itu pendidikan dimasukan dlam sektor jasa maka pendidikan menjadi satu yang dijualbelikan. Jadi, praktek perdagangan atau jual beli jasa pendidikan hukumnya sah dan dapat dipertanggungjawabkan menurut kaca mata WTO .

Beberapa model atau bentuk perdagangan atau jual beli jasa pendidikan (tinggi) versi WTO dapat dijelas sebagai berikut:

Pertama, disebut model cross border supply; dalam hal ini suatu lembaga pendidikan di suatu negara menjual jasa pendidikan kepada konsumen yang berada di negara lain tanpa kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa pendidikan tersebut ke negara komsumen. Contoh riilnya banyak orang Indonesia mengikuti program pendidikan jarak jauh (distance learning) serta pendidikan maya (virtual education) yang diselenggarakan negara manca, misalnya united kingdom open university (inggris) dan michigan university (AS). Kedua universitas tersebut tidak perlu hadir secara fisik di Inonesia kan tetapi jsa pendidikanya dibeli orang-orang Indonesia yang tinggal di Indonesia.

Kedua, disebut model consumtion abroad, dalam hal ini lembaga pendidikan suatu negara menjual jasa pendidikan dengan menghadirkan konsumen dari negara lain. Contoh saat ini terdapat ribuan pemuda Indonesia belajat di perguruan tinggi ternama di Australia seperti Monash University dan lain sebagainya. Demikian sebaliknya banyak pemuda asing berlajar di beberapa PT kita di tanah air.

Ketiga, disebut model movement of natural persons, dalam hal ini lembaga pendidikan di suatu negara menjual jasa pendidikan ke konsumen di negara lain dengan cara mengirim personelnya ke negara konsumen. Contohnya, banyak PT kita yang memperkerjakan tenaga dosen dari luar negeri demikian sebaliknya, banyak tenaga pengajar kita mengajar di luar negeri.

Keempat, disebut model commercial presence yaitu penjualan jasa pendidikan oleh lembaga sutau negara bagi konsumen yang berada di negara lain dengan mewajibkan kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa dari negara tersebut. Hadirnya PTA dari manca untuk menjual jasa pendidikan tinggi kepada konsumen Indonesia adalah contoh yang sangat tepat untuk model perdagangan jasa pendidikan ini.

Dengan liberalisasi pendidikan mau tidak mau dampak langsungnya adalah bagi PT gurem cepat atau lambat akan mengalami kolaps, dengan sumber daya manusia yang terbatas, sarana prasarana terbatas juga. Juga dampak buruk lainya adalah mahasiswa kita akan tidak mampu berkompetisi pada era kesejagatan global itu.

C. Mahasiswa Manggarai Dan Kehidupan Kampus: Sebuah Catatan Kritis
Bagaimana mahasiswa Manggarai menghadapi persaingan antara negara saat ini? Cukup sulit meramalnya. Namun dengan melihat kondisi objektif dialami mahasiswa Manggarai saat in. berikut ini saya mencoba mengambarkan kehidupan mahasiswa Manggarai saat ini.

Beberapa abad yang lalu, adalah seorang filsuf Yunani, Diagne le Cynique, menyalakan obor di siang hari, seraya berjalan di tengah kerumunan manusia. Ketika salah seorang dari kerumunan itu bertanya perihal aksinya itu, sang filsuf menjawab “uffatisu an insanin” artinya “aku sendang mencari manusia”. Apa yang dilakukan sang filsuf tadi sebenarnya beranjak dari hasil refleksi yang intens atas kondisi kehidupan manusia pada zaman dan tempatnya, kondisi kehidupan mana sudah terlalu jauh dari alam manusiawi karena tergilas oleh semangat rationalisme yang cukup tinggi. Oleh semangat rationalisme yang berlebihan, manusia kala itu lebih tampit sebagai animale rationale ketimbang ens sociale.

Mengamati kehidupan mahasiswa (one mai tana Manggarai) saat ini, barangkali sudah saatnya para rektor di PT tempat ia belajar mengadakan aksi serupa seperti filsuf tadi sambil beralan di tengah kerumunan mahasisiwa, seraya menyampaikan uffatisu an mahasiswamanggarainin, (aku sedang mencari mahasiswa Manggarai). Hal ini beranjak dari hasil refleksi intens saya selama bebrapa tahun terakhir in dimana banyak mahasiswa Manggarai di PT saat ini sedang menajauhi kehidupan kampus yang dicita-citakannya dan dicita-citakan oleh sebuah pendidikan tinggi umumnya. Mahasiswa yang semestinya menampilkan etos dan seamangat ilmiah, justru bagitu tumpul di PT. budaya akademis yang semestinya bertumbuh subur, namun justru tertimpa kemarau panjang . Kehidupan mahasiswa saat ini semakin sepi dan jauh dari kegiatan intelektual yang menjadi tanda khas kehidupan kampus. Itulah salah satu fakta empiris mahasiswa Manggarai kita saat ini. Mereka cenderung malas berpikir , malas membaca serba gampang.

Sejarah kehidupan kampus awal mulanya mahasiswa mempunyai otoritas penuh untuk menyelenggarakan kegiatan perkuliahan. Para profesor hanya semata-mata atau tak lebih dari “pengajar-pengajar priadi yang bertualang”, yang bebas dari segala macam ketertarikan sebuah kampus. Mahasiswa kala itu dengan penuh semangat mendatangkan para profesor ke kampus demi mendatangka ilmu sebanyak-banyaknya dam sedalam-dalamnya. Pokoknya suasana kampus ketika itu penuh dengan kegiatan ilmiah atau stadium generale.

Persoalan ini memang tidak berdiri sendiri. Seiring dengan munculnya kebijakan pemerintah menetapkan kebijakan satuan kredit semester (SKS) pada PT maka tradisi kegiatan ilmiah tadi lenyap pula, dimana hubungan mahasiswa dengan kampusnya besifat “loco parentis ”. Dengan pengertian bahwa para mahasiswa ibarat “anak asuhan” dari sebuah PT yang bertanggung jawab atas bimbingan dan perkembangan pribadi mahasiswa. Bersamaan dengan itu, munculah peran-peran mahasiswa sebagai “santri-santri” sebagai pelanggan biasa yang mengambil berbagai pelajaran untuk mencari gelar dan selebihnya sebagai “bohemians” (petualang-petualang_ atau pemisah diri yang berada di kampus, yang memisahkan dirinya dari kegiatan akademis yang sungguh-sungguh. Peran seperti itu tentu saja memancarkan kadar kehidupan akademis mahasiswa yang berbeda-beda.

Krisis kemampuan berpikir di kalangan mahasiswa dengan mudah di pantau dari kreativitas penelitian dan menulis, karena kemampuan penelitian dan menulis tidak bisa dipisahkan dengan kebiasaan membaca. Maka, jika mahasiswa diserahi tugas penelitian dan menulis, meraaka bisa menggunakan jasa orang lain atau bahkan membeli hasil penelitian dan tulisan orang lain yang dengan mudah kita temukan di pojok-pojok kota ini. Di sana terdapat ratusan hasil penelitian dan tulisan orang dengan mudah para mahasiswa membeli atau dengan cara foto kopi. Apalagi sekarang ini mudah diakses lewat internet melalui fasilitas google dengan melakukan cara-cara “copy and paste” atau “cut and glue”.

Jelaslah paradoksal karena bahkah sering bertolak belakang, konon katanaya Yogyakarta sebagai kota kaum intelektual, namun di sisi lain praktek-praktek seperti ini sering terjadi, karena itu sebuah bentuk pengikisan integritas intelektual serta sebuah bentuk pengingkaran kebenaran. Sesungguhnya, hal demikian erat hubungannya dengan kondisi objektif sebuah PT yang tidak pernah memperdulikan segi-segi penalaran atau kualitas mahasiswa.

Dalam terminologi Julien Benda (la Trahison des Clercs, 1927) mangatakan bahwa para cendikiawan atau ilmu yang mengingkari kebenaran dan keadilan demi kepentingan primordial dan politik bisa disebut pengkhianat moral . Pada hakekatnya cendekiawan atau ilmuwan tidaklah memiliki tujuan praktis. Motif kegairahan mereka adalah bakti kepada kebenaran atau bahkan untuk memperoleh keuntungan sosial, politik dan kebenaran. “kerajaanku bukan dari dunia ini”, itulah seharusnya kata hati setiap cendekiawan atau ilmuwan.

La Trahison des Clercs memang sebuah kritik terhadapa kecenderungan dan kegairahan para intelektual atau cendekiawan Perancis awal abad XX untuk masuk dalam kancah politk. Kritis itu masih relevan untuk kita hubungkan kepada mahasiswa kita di saat ini. Kenbanyakan mahasiswa kita saat ini sudah keluar dari dasar profesi keilmuan dan menyerahkan diri pada golongan yang berkuasa demi pemenuhan kepentingan sosial dan kebendaan semata. Maka mahasiswa seperti ini bisa diklasifikasikan, meminjam Grigoro sebagao ‘cendekiawan pengecut’. Mereka hanya mau menciptakan sesuatu yang serba gampang, tanpa melalui kerja keras .

Entah besar atau kecil, bahwa kultur akademis mahasiswa telah kehilangan semangat yang dipengaruhi oleh satu kondisi obyektif sebuah PT, yang terwujud dalam beberapa gejala dominan atau berupa komitmen yang diemban atau karakteristik maslah yang dihadapi oleh sebuah PT yang digerogoti banyak penyakit, seperti miskin dana, kompetensi dan kapabilitas dosen yang masih rendah serta fasilitas kampus yang serba minim. Demikian pula PT sekarang, lebih mirip dengan sebuah pabrik konsumsi masal ketimbang lembaga pendidikan profesional sehingga kualitas lulusannya sangat diragukan. Oleh karena itu, sagala apa yang tak perlu untuk penelitian atau demi keterampilan profesional yang dicari semakin tersingkir.

Selain itu, pada diri mahasiswa, hidup bersenang-senang dan memboroskan waktu adalah hal yang biasa. Dan bahwa di Indonesia masih ada mahasiswa yang sekali-kali menyanyikan lagu kuno “gaudeamus igitur iuvenes dum sumus” (bersenang-senang selama kita masih muda), merupa suatu ironi yang tak disengaja mengingat mereka berada di bawah tekanan sistem SKS dan sekian banyak peraturan lain .

Edward Shils menggolong PT ke dalam beberapa kelompok yakni universitas masa, universitas pengabdian masyarakat, universitas politik, universitas yang didominasi pemerintah, universitas yang mengalami birokratisasi, universitas yang miskin dana, universitas di bawah sorotan publisitas, universitas penelitian, universitas yang terpecah belah dan universitas yang kehilangan semangat.

Betapapun PT mempunyai masalah tersendiri, semua PT di mana pun juga mempuyai misi yang tetap sama yakni mempertahankan kampusnys sebagai pusat riset, pusat studi, pusat pengembangan intelektual, wawasan, kepribadian dan peradaban. Dengan demikian, kampus tidak hanya menghasilkan kaum cerdik cendikia, tetapi pribadi-pribadi yang utuh yang seimbang intelektual dan mental. Salah satunya adalah mahasiswa harus mampu membangun kehidupan akandemis yang baik dan bermutu dalam suasana diskusi atau seminar-seminar, memecahkan persoalan bangsa, ketimbang bersantai ria di mall atau berjoget ria di kafe atau utak-ati8k HP atau sering lonto leok, kumpul-kumpul yang tidak produktif.

D. Budaya Akademis
Mahasiswa tidak cukup sekadar menghadiri kuliah. Lebih datiitu mahasiswa harus memiliki naluri intelektual memadai yang harus tampak dalam semangat scientific ewarness dan semangat scinetific inquiry. Kedua semangat itu merupakan faktor kunci bagi tumbuhnya budaya akademis dalam kehidupan akan kampus seorang mahasiswa.

Perkuliahan hanyalah satu elemen penting, namun bukan satu-satunya jantung utama yang menggerakan kemajuan akademi mahasiswa. Sang humanis Soedjatmoko menegaskan bahwa jantung kehidupan kampus umumnya dan kehidupan akademis mahasiswa khususnya bukanlah terletak pada proses belajar mengajar. Menurutnya ada tiga elemen penting yang menjadi modal pertumbuhan kehidupan akademis mahasiswa.

Pertama, perpustakaan atau sering disebut intelectual machine” sebagai mesin yang menggerakan sendi-sendi kehidupan intelektual mahasiswa karena mahasiswa lebih sering memanfaatkan jasa orang lain untuk menyelesaikan tugasnya. Kedua, laboratorium, sebagai tempat untuk melatih mahasiswa dalam berbagai keterampilan dan untuk kepentingan pengamatan dan penelitian demi menunjang kegiatan akademis secara keseluruhan.ketiga, hubungan koperatif dosen-mahasiswa. Antara mahasiswa-dosen perlu dikembangkan relasi partnership demi terwujudnya suatu hubunga koperatif yang harus dilandasi oleh samangat keterbukaan, dialog, jujur dan saling pengertian yang tinggi.

Edward Shils mengatakan bahwa kebesaran sebuah kampus tidaklah ditentukan oleh lancarnya dan tertibnya seluruh peraturan akademis dan proses perkuliahan tetapi sejauh mana seluruh awraga kampus menegakan dan menjunjung tinggi etika akademis yang ditandai oleh semagat dan kejujuran ilmiah. Budaya bermalas-malasan, berlajar moral minimalis, budaya plagiat tau budaya foto kopi merupakan bentuk pengkhianatan intelektual menurut terminologi Julian Benda. Ketakberdayaan mahasiswa dalam mengembangkan tradisi diskusi-diskusi, sama artinya mahasiswa sedang melakukan satu proses pauperisasi atau proses pemiskinan intelektual. Maka pada gilirannya proses pauperisasi ini akan melahirkan sarjana-sarjana serba tanggung yaitu sarjana yang serba terbatas kapasitas keterampilannya, serba terbatas wawasannya dan seraba terbatas lingkup ilmiahnya, sarjana yang tidak mampu berkompetisi.

Kehidupan mahasiswa saat ini lebih tampak dalam kegiatan masal yang cenderung rekreatif ketimbang kreatif seperti study tour, menaklukan gunung, kemping, pertandingan olah raga, main kartu, minum-minum, dan pesta-pesta.

Berbagai masalah sebagi sebab “loyo-nya” kehidupan akademis mahasiswa Manggarai saat ini saya dapat menduga dari beberapa kemungkinan berikut ini, (1) budaya ketergantungan intelektual yang tinggi, (2) inner-dynamic yang lemah, (3) belajar dengan moral minimalis, (4) kebiasaan melecehkan waktu, (5) minat baca masih rendah, (6) sosialisasi diri masih rendah, (7) minat menulis rendah, (8) minat diskusi rendah, (9) minat berinovasi masih rendah.

Oleh karena itu tradisi-tradisi seperti berikut sudah saatnya dikembangkan oleh mahasiswa Manggarai di PT. Pertama, kembalikan jati diri Anda ke”habitusnya”,yakni sebagai musafir pencerahan intelektual, mengembangkan kejujuran intelektual, menumbuhkan kehidupan akademis yang pada gilirannya akan memberi sumbangan bagi public habit. Mahasiswa sudah dibiasakan berlajar dalam paradigma perspekstif. Maksudnya adalah mahasiswa tidak cukup belajar sebatas ilmunya atau bidangnya sendiri. Mahasiswa dituntut oleh perubahan yang tak menentukan untuk belajar berbagai hal lain sebagai tindakan antisipatif untuk menyonsong perubahan tadi. Hal ini pun dilandasi oleh satu kenyataan bahwa selepas belajar di PT mahasiswa akan menghadapi satu masa transisi, bahka masa krisis yang tak kalah sulitnya dengan belajar. Keterampilan di luar bidang ilmu sendiri dapat menciptakan pekerjaan sementara, sebelum mencapau pekerjaan permanen.

E. Mahasiswa Sebagai Cendekiawan Lalat Liar
Seiring dengan perubahan zaman, mahasiswa tidak berhenti atau puas dengan menyebut diri sebagai kaum intelektual atau cendekiawan saja, namun ia juga harus memiliki sifat-sifat sebagai seorang resi . Seorang resi adalah seorang bijaksna dan sarat akan nilai-nilai moral dan agama. Oleh karena itu, mahasiswa sebagai kaum intelektual atau cendekiawan berperan mengabdikan dirinya kepada kebenaran, kejujuran, kebaikan, keadilan, kedamaian, dan keindahan serta memiliki moral dan agama yang kuat.

Socrates, cendekiawan Yunani kuno, akhir hidupnya sangat tragis. Ia mati oleh hukuman masyarakatnya. Menjelang kematiannya ia menyebut dirinya “lalat liar’. Ia mengatakan, “mungkin kedengarannya lucu, saya seperti seekor lalat liar di tengkuk seekot kuda”. Kuda adalah pemerintah atau masyarakat yang lelap terlena dalam berbagai kebusukan karena pengabaian nilai-nilai luhur manusiawi. Ia berjuang untuk menegakan nilai-nilai itu. Penguasa /masyarakat merasa terganggu dalam tidurnya dan tanpa pikir panjang memukul lalat liar (baca: Socrates) agar pules lagi dalam gelimang dosa. Socrates mati namun tidak dapat begitu saja membuat peguasa/masyarakat berpikir tentang pikiran dan sikap hidup socrates.

Pesan apa yang disampaikan Socrates kepada mahasiswa Manggarai?
jelas Socrates ingin menwariskan suatu pesan pada mahasiswa Manggarai. Mahasiswa Manggarai tidak boleh aman dan tentram palsu dan stabilitas semu. Mahasiswa harus berperan sebagau “lalat liar” . kehadirannya di tengah publik tidak membuat lagi yang terlena dalam kebusukan tetapi mengganggunya agar terbangun dari tidurnya. Ini peran mahasiswa (cendekiawan) Manggarai; harus memberi kesaksian agr kehidupan ini terjaga. Seorang cendekiawan harus merasa tidak dapat hidup lebih lanjut kalau tidak menjalankan perannya itu.

Tugas mahasiswa Manggarai saat in meman makin tidak gampang. Dewasa ini kehadiran mahasiswa harus bersuara kuat seperti Socrates dan memegang teguh etika dan kejujuran intelektual. Sebab propinsi kita (NTT) dalam urutan ke lima besar di Indonesia kasus korupsinya dan kabupaten Manggarai termasuk sepuluh besar dari 340 kabupaten kasus korupsi (laporan ICW, semester pertama tahun 2007). Kita terlalu riuh oleh aneka kehahatan melembaga dan didukung oleh birokrasi dan oleh banyak orang.

Bila mahasiswa tidak kuat dan juur, ia akan beralih profesi, tidur bersama birokrat dan banyak orang dalam pengabaian nilai-nilai luhur manusiawi. Kita berharap kehadiran mahasiswa Manggarai tampak semakin jelas dalam latar belakang negara yag semakin gelap, dalam maraknya KKN, merosotnya moralitas pemimpin kita. Untuk itu perlu ketangguhan moral dan pribadi sang mahasiswa, kerana jika tidak demikian, peristiwa Socrates terjadi lagi “lalat liar” dipukul mati di NTT. Dan seperti Socrates, pada saatnya cendekiawan mengambil sikap bahwa kehadiran fisiknya tidak penting lagi, yang penting kehadiran “gangguan” itu. Gangguan itu membuat penguasa tidak tenang dalam melanjutkan tidurnya. Saya yakin hal itu bukan sesuatu yang sia-sia. Karena sang cendekiawan bukan mamasukan sesuatu yang asing, yang berasal dari luar, ke dalam diri sesama melainkan menyadarkan sesama apa yang terlekat dalam martabatnya sebagai manusia. Manusia pada hakekatnya baik. Ia mencintai apa yang baik, adil dan indah…harap oleh hidup dan karya sang cendekiawan masyarakat menyadari bahwa ia tidak adapat hidup lebih lanjut kalau tidak mengubah cara hidupnya sekarang. Neka temo belajar, botong pa’u wa ngampang.

Sekian dan terima kasih.

Yogyakarta, 20 Oktober 2007

PEMBEDAYAAN SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI MANGGARAI TIMUR

PEMBEDAYAAN SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI
MANGGARAI TIMUR
(Neka Hemong Kuni Agu Kalo)

Oleh Dr. Niklaus Got*

A. Latar Berlakang
Pemekaran manggarai menjadi tiga kabupaten (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur) merupakan wujud tanggung jawab dan konsekuensi pemerintah pusat sesuai dengan amanat undang-undang dasar 1945 yang diamandemen, pasal 18 dan undang-undang otonomi daerah nomor 32 tahun 2004 pasal 4. Pemekaran tersebut bukan dipandang dari sudut luas wilayah idealnya enam kabupaten, namun dari penyebaran penduduk dan jumah kecamatan yang ada sudah cukup. Ironisnya pemekaran masih membuat pro dan kontra dalam masyarakat. Terlepas dari itu, Manggarai Barat sudah disahkan DPR RI (dewan perwakilan rakyat republik Indonesia) pada tahun 2003 dan telah memiliki bupati dan waki bupati defenitif. Jika Manggarai Barat sebelum adanya bupati dan wakil bupati defenitif, pejabat bupatinya ditunjuk oleh gubernur dan direkomendai Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, sebaliknya Manggarai Timur sebelum adanya bupati dan wakil defenitif pejabat bupatinya ditunjuk oleh bupati kabupaten Manggarai. Namun, persoalannya sekarang adalah pejabat bupati Manggarai Timur yang ditunjkan bupati dan wakil bupati defenitif Manggarai yang direkomendasi Menteri DalamNegeri Republik Indonesia, belum dilantik. Alasannya sangat klasik, belum diterima oleh seluruh stakeholder Manggarai Timur. Konsekuensinya roda pemerintahan di sana belum berjalan efektif.

Dalam rangka mencari solusi masalah tersebut di atas, maka perlu adanya partisipasi dari semua pihak, termasuk dari kalangan mahasiswa dan para cendekiawan, budayawan sebagai betuk kepedulian terhadap persoalan yang dihadapi Pemerintah Daerah Manggarai dan seluruh stakeholder masyarakat baik organisasi maupun simpatisan. Bupati dan wakil bupati defenitif yang diinginkan masyarkat Manggarai Timur adalah mampu meningkatkan SDM (sumber daya manusia) khas Manggarai Timur maupun mempertahankan bahkan mengembangkan budaya khas Manggarai Timur dan mampu meningkatkan ekonomi serta mendongkrak pendapatan perkapita masyarakat Manggarai Timur.
Karena diskusi publik ini yang diprakarsai Mahasiswa asal Manggarai Timur yang kuliah di Yogyakarta dan sekitarnya merupakan blue print agenda komunikasi yang efektif dan efisien, serta relevan dan urgen untuk menyamakan persepsi dan pandangan masing-masing bagi penyeleksian masalah tersebut di atas.

Pemberdayaan, jika merujuk pada konteks pemekaran kabupaten Manggarai Timur yang baru disahkan DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) pada pertengahan juli 2007, dan belum ada pejabat bupati untuk menjalankan roda pemerintahan sementara, maka hal tersebut perlu ditelaah secara kritir pada tataran praktisi namun tetap dalam perspektif akademin dan bebas nilai. Pemberdayaan sosial titik sentralnya adalah mengoptimalkan kemampuan SDM (sumber daya manusia) Manggarai Timur; pemberdayaan budaya titik sentralnya adalah meningkatan mutu hasil karya manusia yang mewarnai jati diri masyaraksat dan individu Manggarai Timur, dan pemberdayaan ekonomi sentralnya adalah tercukupinya kebutuhan ekonomi yang berarti tercukupinya kebutuhan sandang pandang bagi seluruh rakyat dan selanjutnya mampu mendongkrak pendapatan perkapita masyarakat Manggarai Timur, agar dapat hidup lebih layak seperti rakyat Indonesia lainnya. Jadi, esensi dari pemekaran kabupaten Manggarai Timur selain mempermudah dan meratanya pelayanan adaministrasi bagi masyarakat, juga meningkatkan pendapatan perkapita, optimalnya pengelolaan potensi daerah, representatifnya permberdayaan sosial, budaya dan politik, terkendalinya angka kelahiran yang berdampak pada terkendalinya pertumbuhan penduduk sesuai dengan angka pertumbuhan ekonomi serta meningkatnya pertahanan dan keamanan masyarakat.

B. Permasalahan
Bertolak dari latar belakang maslah tersebut di atas, maka permasalahan yang perlu dikritisi secara praktis dan dalam perspektif akademis serta bebas nilai adalah bagaimana membuat pemetaan secara deskriptif yang kontekstual dan proposional, integral dan komprehensif bagi upaya pemmberdyaan sosial, budaya dan ekonomi Manggatai Timur.



C. Pemberdayaan Sosial
Pemberdayaan sosial titik sentralnya adalah pemberdayaan manusia secara individu. Pemberdayaan manusia secara individu titik sentralnya adalah manusia muda. Pemberdayaan manusia muda yang disebut pemuda, substansi kaum cendekiawan atau intelektual, titik sentralnya adalah optimalnya kemampuan sember daya manusia yang bersumber pada kesadaran tinggi, kesadaran pada tataran empat dimensi yaitu pandangannya sangat luas, akan sangat penjang, isi pikirannya sangat dalm dan ide atau intuisinya sangat tinggi. Kesadaran pada tataran empat dimensi sepertiini disebut kesadaran kosmis (Ouspensky, 1970: 303). Berkat kesadaran kosmis rasul Paulus bertobat, berubah dari pribadi yang sangat brutal, brandal, kejam, sadis menjadi pribadi yang sangat santun, saleh, patuh dan penuh kasih. Kasih menurut rasul Paulus adalah sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak mencari keuntungan diri sediri, tidak dendam, dan bersukacita karena kebenaran bukan karena ketidakadilan (Korintus 13:4-6).

Kesadaran kosmis menurut telaah psikologis, ditentukan oleh dua faktor yaitu internal (hereditas) dan eksternal (lingkungan). Faktor internal (hereditas) sangat tergantung pada gen yang diturunkan orangtua dalam berbagai hal, antaraa lain IQ (intelligence Quotient), EQ (emotional Quoetient), dan SQ (social Quotient). Keseimbangan ketiga hal ini akan melahirkan sumber daya manusia individu yang memilki kesadaran pada empat dimensi yaitu kesadaran kosmis. IQ tinggi ditandai dengan mampu memecakan masalah tanpa masalah, EQ ditandai dengan sabar tanpa batasa tidak mudah marah dan tidak cepat tersinggung dan SQ tinggi ditandai sangat sensitif dan selalu inisiatif dalam memecah masalah. Faktor eksternal adalah lingkungan sosial dan alam. Lingkungan alam adalah potret topografi yang susbur dan jenis vegetasi yang menambah kesubran tanah, memperbaharui temperamen manusia secara individu. Lingkundan sosial dibedakan atas tiga yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat yang memperbaharui etika pergaulan individu dan norma moral dalam hidup bemasyarakat.

Jadi permberdayaan sosial berkat kesadaran kosmis, esensinya semakin mengoptimalkan kemampuan manusia secara individu. Karena itu pemberdayaan sosial perlu ditelaah dalam empat hal menurut SWOT (strenght, weakness, opportunity dan threat).
1. Strenght (kekuatan)
a. Menurut Kuntjaraningrat (1970:190) etnis masyarakat Manggarai relatif bersifat homogen yaitu berasal dari mongoloid-melayu, dengan variasi atas beberapa etnis seperti Minagkabau, Bugis, Makasar, Selayar, Bima dan Gorontalo.
b. Masih kuatnya agama nenek moyang warisan Mongoloid-melayu, menghormati ceki atau seki (roh-roh nenek moyang), naga golo ( mahluk halus) yang menjaga perkampungan dan naga uma (mahluk halus) yang menjaga ladang pertanian. Keyakinan ini mirip dengan barongsai dalam agama konghucu (konfusius).
c. Masih kuatnya kharisma tu’a gendang sekaligus tu’a lingko (penjaga genderang sekaligus penguasa atas areal lanadang untuk kebun yang berbentuk bulat) dalam satu kampung.
d. Masih kuatnya hak ulayat yaitu hukum yang tidak tertulis dan diwariskan secara turun temurun kepada anak cucu yang dipegang oleh tu’a gendang (penguasa atas genderang). Selai tu’a gendang ata juga tu’a teno weri landuk (penguasa yang bertugas menanam kayu induk) pada suatu lingko untuk dibagikan secara adil kepada anggota kebun ladang dalam satu kampung.
2. Weakness (kelemahan)
a. Masih maraknya perkawinan dalam sesama etnis dan perkawinan tunggu dungka (cross-cousin asimetris). Menurut hukum Mendel perkawinan semacam ini tidak memberikan manfaat bagi kelangsungan keturunan karena pada umumnya anak yang dilahirkan, secara biologis menghasilkan keturunan yang tidak energik, daya juang rendah, secara sosiologis agak sulit beradaptasi dengan lingkungan masyarakat dan IQ berada di bawah rata-rata.
b. Pengaruh reformasi dan globalisasi, masih ada anggota masyarakat yang tidak patuh pada tokoh adat yang memiliki kharisma. Akibatnya, mereka ini selalu bertingkah laku yang tidak sesuai dengan etika dan norma yang dianut masyarakat sehingga mengakibatkan terjadinya benturan sosial. Mereka membuka ladang pertanian semaunya, mengabaikan etika dan norma yang dianut masyarakat.
c. Tetap ada anggota masyarakat yang ingin menghilangkan hak ulayat dan diganti dengan hukum formal. Namun kehadiran hukum formal menimbulkan benturan dengan tradisi sosial yang dibangun melalui hukum ulayat.
d. Terlalu merendahkan diri pada tempat yang tidak perlu diungkapkan. Ungkapan basa basi neka rabo (jangan marah) setiap kali berjumpa atau berbicara pada hal perjumpaan atau pembicaraan itu tidak menimbulkan akibat yang membuat orang lain marah, tetapi justru bermakna membuat orang jadi munafik.
3. Opportunity (peluang)
a. Temperamen serius, tidak identik dengan watak keras, kasar, menang-menangan tetapi dibalik itu tersirat watak lemah lembut, jujur, setia, sportif. Hal ini menurut Whithead (1979) selain disebabkan faktor internal juga faktor eksternal.
b. Perilaku linggop (rendah hati cara Manggarai, bukan rendah diri) adalah khas Manggarai yang termanifestasi melalui courtesy dalam pergaulan.
c. Berkat berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah, Nomor 32 tahun 2004, menggantikan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, tentang pemilihan Bupati dan wakil Bupati secara langsung oleh rakyat, merupakan modal dasar bagi rakyat yang memiliki hal untuk memilih dan dipilih sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam rangkak mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih, berwibawa, adil dan transparan. Dengan demikian, pembangunan Manggarai Timur berguna bagi terwujudnya kesejahteraan secara adil dan merata bukan suatu utopia.
d. Pemekaran kabupaten Manggarai Timur secara politis mempersempit rentang kendali dari pemeritah pusat ke daerah-daerah yang ada di bawahnya pada tingkat kabupaten, secara geografis mempersemput jarak tempuh perjalanan dinas dari desa dan kecamatan ke ibu kota kabuipaten dan sebaliknya, serta secara administratif tentu memerlukan pengangkatan tenaga pergwai negeri sipil yang baru. Hal ini merupakan peluang bagi para sarjana fresh graduate mengikuti test seleksi menjadi PNS (pegawai Negeri sipil). Diharapkan sarjana fresh graduate mempu berkerja cerdas bukan kerja keras, mendharma-baktikan tenaga dan pikiran bagi percepatan kemajuan Manggarai Timur.
4. Mengubah threat menjadi opportunity
a. Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia yang berarti meningkatkan kesadaran kosmis hidup bermasyarakat, bagi manusia yang putus sekolah, pemerintah daerah pada tingkat kabupaten perlu menyediakan alokasi dana yang berasal dari APBD untuk membiayai pendidikan mereka yang putus sekolah melali paket A setara dengan ijazah SD, paket B setara dengan ijazah SMP dan paket C stara dengan SMA.
b. Dalam rangka meningkatkan kesadaran kosmis hidup bermasyarkat, pemerintah daerah pada tingkat kabupaten perlu adanya alokasi dana yang berasal dari APBD untuk menyelenggarakan kursus-kursusu keterampilan sesuai dengan potensi masayarkat. Masyarakat Manggarai Timur memiliki potensi bertenun agar hasil tenunannya semakin bermutu dan memiliki nilai jual yang tinggi maka diperlukan kursus-kursus keterampilan. Selain itu tokoh masyarakat yang mimiliki keterampilan tertentu perlu studi banding ke luar daerah baik antar kabupaten maupun antar propinsi untuk mengetahui cara-cara masyarkat lain dalam meningkatkan keterampilannya.
5. Tradisi yang tetap dipertahankan
a. Kegiatan sosial dodo dan wekol (mengerajakan kebun ladang bersama-sama dan bergilir) rambet (kerja kebun ladang dengan imbalan makanan penuh tanpa pemarih), campe atau sampe (kerja kebun landang dengan imbalan secukupnya).
b. Kegiatan sosial lodok uma yaitu membagi ladang untuk kebun berdasarkan ukuran dengan menanam landuk (kayu pusat) kemudian dengan lance atau lanse (kayu pembatasa dengan anggota lain) lurus dari pusat hingga ke pembatas akhir, makin keluar makin besar dan dibuat lebe (sayap) yang mirip dengan sarang laba-laba.
c. Kegiatan sosial kumpul kope yaitu kumpul uang dari semua anggota masyatakat dalam satu kampung untuk membayar mas kawin (paca atau wagal) bagi salah satu anggota keluarga yang menikah dengan gadis lain di tempat lain.
d. Kegiatan sosial caer cumpeng atau saer sumpeng yaitu memindahkan bayi bersama ibunya dari tempat tidur sementara dekat tungku api selama 8 hari utuk memperlancar keluar darah kotor ibu.
e. Kegiatan sosial boak ata mata (menguburkan orang yang meninggal) dan kelas (pesta kenduri) bagi orang yang sudah meninggal.

E. Pemberdayaan Budaya
Pemberdayaan budaya berkat kesadaran kosmis titik sentralnya adalah semakin optimalnya mutu hasil-hasil karya manusia. Optimalnya mutu hasil-hasil karya manusia titik sentralnya adalah optimalnya keterampilan induvidu bagi keberadaannya dalam masyarakta yang termanisfestasi melalui mutu potret bangunan rumah adat yang disebut niang. Rumah adat niang berbentuk bulat lonjong, makin ke atas makin kecil, model atapnya seperti payung setegah terbuka. Rumah ada dihuni oleh tokoh dari beberapa etnis yang dipercaya masyarakat seagai tu’a gendang (tokoh kharisma pemangku dan penjaga genderang). Tugas dari tu’a gendang adalah menjaga keharmonisan secara horizotal yaitu antara individu dengan individu, antara individu dengan masyarakat, antara masyarakat dengan masyarkat dan keharmonisal hidup secara vertikal antara manusia dengan mori agu ngaran ata jari agu dedek tana wa awang eta (Tuhan Pencipta Langit Dan Bumi), ceki atau seki dan naga golo yang menjaga perkampungan serta naga uma yang menjaga kebu ladang atau sawah.

Jika ada anggota masyarakat yang menurut kepercayaan agama nenek moyang menyimpang dari etika dan norma hidup masyarakat maka tugas dari tu’a gendang harus segera mengambil tindakan yang sesuai dengan etika dan norma hidup bermasyarakat menurut tradiis agama nenek moyang. Dalam perselingkuhan pada masyarakat ada istilah jurak. Jurak yaitu hubungan sebagai suami istri yang tidak sesuai dengan tradisi garis keturunan yang tidak dikehendaki terjadi menurut tradisi agama nenek moyang, misalnya ema ngoeng anak, anak ngoeng ende, nara ngoeng weta. Jika dalam satu kampung terjadi hubungan selingkuh maka tugas tu’a gendang harus segera mencari pemecahannya. Solusi yang lazim dilakukan masyarakat akibat jurak biasanya terdapat lonto lobo ngensung atau ngencung pana mata loho (duduk di atas lesung, menengadah ke atas dan menantang matahari) sambil bersumpah dilakukan melalui tudak dengan memotong seekor kerbau dan kepalanya dibenamkan ke dalam tanah di dekat compang/sompang (tempat memberi sesajian) kepada mori agu ngaran ata jari agu dedek ta wa awang eta, ceki/seki, naga golo yang menjaga perakampungan dna berjanji utuk tidak terulang kembali pada perbuatan serupa. Jika jurak sering terjadi dan tidak mencarikan solusi secara baik dn benar oleh tu’a gendang maka peringatan dari Tuhan, ceki/seki, naga golo datang berupa bencana alam. Peristiwa yang baru terjadi di Manggarai berupa tanah longsor, banjir, tenggelamnya perkampungan penduduk, dan menelan banyak korban jiwa, jika dianalisis pada tataran kesadaran empat dimensi yaitu kesadaran kosmis adalah peringatan dari Tuhan, ceki/seki, naga golo yang menjaga perkampungan bahkan naga uma yang menjaga pertanian jik erjadinya bencana itu di ladang pertanian atau sawah.

Jadi pemberdayaan budya berkat kesadaran kosmis, esensinya semakin optimalnya mutu hasil-hasil karya manusia. Karena pemberdayaan budaya perlu ditelah dalam empat hal menurut analisis SWOT.
1. Strenght
a. Tetap mempertahankan budaya dalam bentuk rumah adat yang disebut niang. Rumah adat yang disebut niang yang berbentuk bulat, lonjong, makin ke atas makin kecil, model atapnya seperti payung setengah terbuka. Rumah ini tempat bekumpulnya semua warga dan memecahkan berbagi jenis persoalan masayarkat dalam perspektif agama nenek moyang, memiliki kekuatan spiritual yang bersifat transenden. Selain itu memiliki kekuatan profan yang bersifat imanen, hubungan horisontal antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam sekitar.
b. Gendang berbentuk bulat memiliki rongga dan dilapisi atau ditutupi dengan kulit kambing dan diikat dengan larik, selain sebagai kekuatan masyarakat dalam satu kampung juga simbol ikatan pemersatu hubungan horisontal antara masyarakat yang sangat rapat dan mapan dan sebagai simbol ikatan pemersatu hubungan vertikal.
c. Membunyikan gendang dan gong dan diiiringan dengan lagu-lagu daerah sambil menari-nari kegembiraan pada saat pesta merupakan simbol hubungan horisontal dan vertikal yang harmonis.
d. Tembong (genderang kecil) sebagai induk dari gendang berbentuk bulat lonjong pada suatu sisi yang agak besar ditutup dengan kulit kambing dan diikat dengan larik atau rotan dan pada sisi lain yang agak kecil dibiarkan terbuka. Maknanya tembong bagian tertutup itu sebagai simbol berkumpulnya seluruh warga sambil bergandengan tangan dalam satu etnis atau satu kampung untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan kemudian mereka bersama-sama keluar yang disimbolkan pada tembong sebagai terbuka untuk mencari nafkah, mencari kerja sesuai dengan profesinya masing-masing. Setelah selesai mencari nafkah atau mencari kerja mereka berkumpul kembali di rumah tembong sebagai induk gendang untuk menyatakan syukur atas hasil yang dicapai dalam musim kerja selama satu tahun kepada yang Maha Kuasa dalam sebuah pesta penti/berwalih.
e. Memberi sesajian selain pada cabang/sabang yang ditancapkan di compang di tengah kampung juga pada lempar yang digantung pada lutur menurut panga yaitu etnis atau klan dan memberikan sesajuan kepada warisan leluhur seperti keris, mangkuk buatan Cina atau pusaka lain pada pesta penti atau di Jawa disebut bersih desa, jika dilakukan secara baik dan benar sesuai dengan kebiasan yang sering dilakukan akan mendatangkan kenyamanan hidup bagi yang menjaganya.
f. Tu’a teno (penguasa kayu senu berbentuk gasing yang ditanam di pusat kebun/lingko) prosesnya berawal dari acara tudak di rumah gendang kemudian menuju lingko yang hendak dibagi kepada anggota untuk melaksanakan kegiatan weri landuk sebagai pusat ladang kemudian pada radius satu jengkal dengan membentuk lingkaran, tu’a teno membagi kepda setiap anggota sebesar satu, dua atau tiga jari tangan dan dengan lance/lanse ditarik lurus dari landuk hingga ke sini/sising. Dari landuk ladang kelihatan kecil makin keluar makin besar dan berbentuk lingkaran dan pada setiap bagian dibuat lebe yang nampaknya seperti sarang laba-laba.
g. Jika tu’a teno menjalankan tugasnya dengan baik dan benar dan semua anggota toe mangga tiluing wahe deko artinya tidak selingkuh, maka semua anggota ladang pertanian, tanamannya akan tumbuh subur tanpa gangguan dan akhirnya akan memanenkan hasil. Tanda-tanda anggota ladang yang terlibat kasus tiling wahe deko tanamannya selalu dimakan tikus. Jika tilung wahe deko yaitu selingkuh diatasi menurut tradisi agama nenek moyang, rocang/rosang dihadapan tu’a teno maka tanamannya tidak akan dimakan tikus lagi. Karena itu tu’a teno sama seperti tu’a gendang atau tu’a tembong sangat dihormati di dalam masyarakat. Jadi masyarakat yang gagal panen karena tanamannya diserang hama tikus adalah mereka tidak patuh pada tu’a teno.
2. Weakness
a. Tradisi nenek moyang zaman dahulu membangun perkampungan di atas bukit atau lereng-lereng gunung untuk terhindar dari serangan musuh namun rawan terhadap bahaya banjir dan tanah longsor hingga sekarang masih tetap dipertahankan. Hal ini disebabkan karena meraka merasa sudah sangat menyatu dengan sang maha kuasa yang menjaga mereka. Istilah mereka yang sangat mapan adalah tana serong dise empo mbate dise ame, pateng wae worok golo. Jika dipaksakan harus pindah dilakukan melalui upacara adat yang besar misalnya menyembelih seekor kerbau sebagi tumbal.
b. Memberikan sesajian kepada warisan nenek moyang tidak secara baik dan lancar bahkan tidak dilakukan sama sekali akan kelihatan dalam pola hidup tidak memberikan kenyamanan atau hidupnya tidak harmonis baik secara keluarganya sendiri maupun dengan keluarga tetangga. Tanaman kebun ladang atau sawah yang dikerjakannya tidak memberikan hasil maksimal karena tanamannya kelihatanya dimakan hama tikus, namun tidak ditelaah pada tataran kesadaran empat dimensi yaitu kesadaran kosmis, sesungguhnya tanamannya itu dimakan oleh roh-roh dari warisan nenek moyangnya sendiri.
c. Masyarakat yang sudah tidak menghormati lagi tu’a gendang/tu’e tembong dan tu’a teno sangat kelihatan. Hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan masyarakat sangat longgar karena tidak ada etika dan norma hidup bermasyarakat yang dianut. Akibatnya kasus jurak dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dan wajar dalam hidup bermasyarakat.
d. Masih ada budaya kembeleis (lalai, tidak peduli), budaya sendel atau hendel (cemooh, sinis), dalam teknik pengelolaan lahan pertanian, dan bahkan tidak memberikan apresiasi terhadap teknik pengelolaan lahan pertanian yang dilakukan orang lain.
e. Masih kuatnya budaya kumpul-kumpul sambil main kartu dengan taruhan uang dalam jumlah besar, juga budaya kumpul-kumpul hanya ngobrol yang tidak ada manfaatnya sambil minum minuman tuak raja atau sopi “bm” (bakar menyala) hingga mabuk, sehingga tugas utama tertunda, bahkan terlupakan, sehingga musim tanam pun terlewatkan.
3. Opportunity(Peluang)
a. Pemerintah daerah kabupaten Manggarai Timur perlu memprakarsai perubahan kurikulum sekolah sejak SD (Sekolah Dasar) hingga SMA(Sekolah Menengah Atas), dengan memasukkan budaya daerah sebagai asset daerah yang harus dilestarikanguna meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berbudaya, beradab, etis, dan bermoral.
b. .Dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah terbaru nomor 32 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat sebesar 20 % dan Pemerintah Daerah sebesar 80% (propinsi 20%, kabupaten 60%), merupakan modal besar bagi pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Timur untuk mengalokasikan dana perbaikan kurikulum sekolah secara memadai guna meningkatkan mutu dan kekhasan lulusan sekolah, yang dibebankan kepada APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah).

4. Mengubah Threat(Tantangan) menjadi Opportunity (Peluang)
a. Mengantisipasi dengan termarjinalnya tarian-tarian dan lagu-lagu daerah oleh lagu-lagu pop, dengan mendesain secara professional tarian-tarian dan lagu-lagu daerah sesuai tuntutan zaman, bahkan harus masuk ke dalam kurikulum sekolah sejak dari SD hingga SMA.
b. Mengembalikan tradisi Tudak (doa persembahan) yang tereliminasi sejak masuknya Agama Katolik hingga tahun 1970an dianggap menyembah berhala, sebagaimana diajarkan guru-guru sekolah dasar pada masa orde lama.Tudak merupakan bagian puncak dari upacara ritual agama nenek moyang untuk menghormati Mori Agu Ngaran Ata Jari Agu Dedek Tana wa Awang eta (Tuhan Pencipta Langit dan Bumi), ceki atau seki (roh-roh leluhur), naga golo (makhluk halus) yang menjaga perkampungan, naga uma (makhlus halus) yang menjaga kebun ladang.
c. Menyederhanakan tradisi pesta-pesta dalam skala besar seperti paca atau wagal (mas kawin) yang secara sosiologis hanya demi mengangkat prestise atau harga diri pada pihak anak rona (orang tua istri), namun secara ekonomis justru mengorbankan prestise anak wina (orang tua suami) karena harus menyerahkan uang pasa atau wagal (mas kawin) dan nggolong (belis) dalam jumlah banyak. Istilah manggarai yang tidak diperlukan dibudayakan adalah toe tombo cokol (sokol) toe tura tud, dan harus ada terobosan baru dengan membayar uang pasa atau wagal (mas kawin) dan ngglong (belis) sesuai dengan kemampuan pihak anak wina orang tua suami.
d. Melakukan promosi tari-tarian dan lagu-lagu daerah secara professional pada tingkat nasional bahkan internasional, guna menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Manggarai khususnya Manggarai Timur.Makin banyak kunjungan wisatawan, makin meningkat pendapatan asli masyarakat, yang berarti meningkat pula pendapatan asli daerah karena banyak uang yang dibelanjakan wisatawan di sana.Dalam rangka mengantisipasi kunjungan wisatawan khususnya mencanegara, perlu mempertahankan keaslian tari-tarian daerah , lagu-lagu daerah, masakan dan minuman khas Manggarai yang bias dinikmati para wisatawan ketika berkunjung ke daerah tersebut dengan tarif yang memadai. Selain itu mempertahankan keaslian kerajinan masyarakat seperti tenunan, pembuatan tikar, topi, tas khas Manggarai sebagai cindera mata bagi wisatawan untuk dibawa pulang ke daerah asalnya.
e. Perlu sosialisasi sarana dan prasarana seperti pembangunan jalan raya, air bersih, dan penerangan, yang dibangun pemerintah agar masyarakat merasa memiliki dan menjaga sebagai aset untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
f. Segera melakukan reboisasi (penghutanan kembali) pada daerah-daerah yang sudah gundul akibat penebangan liar, terutama pada daerah-daerah yang kemiringannya 30o -70o, guna mencegah terjadinya erosi dan tanah longsor.
g. Mengantisipasi perubahan musim yang sulit dipantau dengan pengetahuan tradisional masyarakat, dan mencari alternatif lain dengan menerapkan teknologi baru dan menemukan jenis tanaman yang tahan terhadap perubahan musim yang tidak menentu.
5. Tradisi yang tetap dipertahankan
a. Tradisi budaya, seperti membangun rumah genderang dan/atau tembong dengan bentuk khas Manggarai yang disebut niang.
b. Tradisi budaya, seperti membuka ladang baru dari proses weri landuk (menancapkan kayu pusat) hingga panen hasil tanaman dilakukan melalui upacara tudak (doa persembahan) dengan bentuk khas Manggarai yang disebut lingko yang berbentuk sarang laba-laba.
c. Untuk sebuah lingko ada istilah weok(membuka ladang baru sama sekali), dan ada istilah haung sue (daun cabang, artinya membuka ladang baru, yang mepet dengan ladang yang sudah ada, baik yang bersamaan maupun yang sudah ada sebelumnya).

E.Pemberdayaan Ekonomi
Pemberdayaan ekonomi berkat kesadaran kosmis titik sentralnya adalah semakin optimalnya pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat, yang berarti semakin optimalnya pemenuhan kebutuhan sandang pangan.Semakin optimalnya pemenuhan sandang pangan titik sentralnya adalah semakin optiomalnya pendapatan per kapita yang ditandai rakyatnya dapat hidup di atas garis kemiskinan.Pertanyaan yang muncul adalah berapa besar pendapatan per kapita masyarakat Manggarai Timur? Untuk menjawab pertanyaan ini, dapat dicermati secara kasat mata bahwa pendapatan perkapita masyarakat Manggarai Timur tidak jauh berbeda dengan masyarakat Manggarai yang lainnya. Jika merujuk pada pendapatan per kapita nasional sudah barang tentu pendapatan per kapita masyarakat Manggarai Timur, juga Manggarai dan Manggarai Barat, masih jauh di bawah standar hidup layak. Indikasinya, pada musim panen berpesta pora, menjual hasil dengan harga yang murah, dan pada musim paceklik yang bersamaan dengan datangnya musim tanam, pergi ngende (minta bantuan bahan makanan kepada sanak keluarga) dan membeli hasil yang sama pada tengkulak dengan harga yang sangat mahal. Secara alamiah, masyarakat hanya mampu memanfaatkan satu kali musim tanam selama satu tahun. Jika musim tanam opada tahun itu mengalami perubahan, karena curah hujan tidak menentu, maka masyarakat akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sandang pangan selama satu tahun.alternatif yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan cekeng kelang atau sekeng kelang (kebun musim panas) yang berlangsung antara bulan Maret hingga Juni, dan hanya khusus untuk tanaman jagung dan jenis kacang-kacangan, seperti kacang hijau, kacang kedelai.

Demikian juga dengan masyarakat yang memiliki sawah kebanyakan memanfaatkan curah hujan, sehingga sawahpun hanya dapat dimanfaatkan satu kali musim tanam dalam satu tahun. Jika curah hujan tidak menentu dalam tahun tersebut, maka masyarakat juga akan mengalamikesulitan untuk memanfatkan sawahnya secara optimal. Sawah yang hanya memanfaatkan curah hujan, kalaupun bisa ditanam pada musimnya artinya curah hujan cukup memadai, hasil pannennya juga belum tantu mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan selama setahun. Karena itu masyarakat harus bekerja ekstra tambahan, misalnya memelihara ternak seperti ayam, kambing, babi, kerbau, sapi, kuda dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan potrettopografi dan jenis vegetasi pada lingkungannya. Selain itu, masyarakat juga harus bekerja ekstra trambahan, misalnya menanam tanaman komoditi, seperti kopi, kelapa, kemiri, coklat, vanili, cengkeh. Tanaman tesebut juga kebanyakan memanfaatkan luas area yang sangat terbatas sesuai dengan potret topografi dan jenis vegetasi.

Bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang jenis vegetasinya ditumbuhi pohon arena tau enau, bisa memanfaatkannya dengan menyadap bunga jantan untuk mendapatkan mince atau minse (nira) yang rasanya manis. Proses awalnya, tangkai bunga jantan pohon aren atau enau (nama latinnya, zizyphus celtidifolia) yang sudah cukup tua, kumbuh (seludangnya) dibersihkan, kemudian menyediakan kayu yang disebut paci atau pasi (kayu pemukul tangkai bunga jantan pohon enau).Untuk memastikan jenis paci atau pasi, harus memperhatikan jenis kumbuh (seludang, kulit pemalut tangkai bunga jantan pohon aren) dan jenis buah bunga jantan pohon aren tersebut. Menurut pengalaman masyarakat Manggarai yang profesinya tewa raping (memukul tangkai bung a jantan pohon aren), jika jenis paci-nya salah akan ditandai ketika disadap tidak mengeluarkan airnya yang disebut mince atau minse. Karena itu, jika ada lagi tangkai bunga jantan yang lain, masih pada pohon yang sama, paci-nya harus diganti, hingga kemudian dapat menyadap mince (air tangkai bunga jantan pohon aren) yang rasanya manis. Ketika tewa (proses memukul), harus dengan teknik tinggi, dipukul dengan perasaan, tidak keras-keras, bahkan sambil dielus-dielus dan diiringi dengan lagu-lagu daerah yang mengharapkan akan mendatangkan berkah, yaitu ketika disadap nantinya akan mengeluarkan banyak mince. Mince atau minse yang rasanya manis, proses selanjutnya, pertama, jika direbus dan penguapannya dilepas begitu saja ke udara, akan menghasilkan gula;kedua, jika direbus dan penguapannya ditampung dengan bambu yang cukup panjang untuk disuling, akan menghasilkan sopi “bm” (bakar menyala); dan ketiga, ketika disadap langsung menaruh rekang dame r( ragi, endapan tuak yang terlekat pada suban laru yang berasal dari kulit pohon wadang, Pterospermum diversifolium) akan menghasilkan tuak raja atau tuak aren.Dengan demikian, orang yang profesinya di samping bertani memanfaatkan musim tanam, juga berprofesi sebagai kokor gola (merebus nira untuk menjadi gula), atau kokor sopi(merebus nira untuk menghasilkan sopi bm), sudah mampu menopang ekonomi keluarga, atau langsung menyaadap tuak raja atau tuak aren.

Jadi, pemberdayaan ekonomi berkat kesadaran kosmis, esensinya semakin optimalnya pendapatan per kapita masyarakat.Karena itu, pemberdayaan ekonomi perlu ditelaah dalam empat hal menurut analisis SWOT, yakni strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (peluang) dan mengubah threat (tantangan) menjadi opportunity (peluang).
1. Strength(Kekuatan)
a. Hak ulayat yang dipangku Tu’a Gendang (tokoh penguasa genderang) tugasnya melakukan pesta penti atau berwalih. Pesta ini substansinya mengucap syukur atas rahmat dari Mori Agu Ngaran Ata Jari Agu Dedek Tana wa Awang Eta karena hasil panennya melimpah, sekaligus na’a ntaung manga, pake ntaung weru (meletakkan tahun yang sudah lewat karena sudah panen, dan memasuki tahun baru, memanfaatkan musim tanam yang akan dihadapi), mengucap syukur kepada ceki atau seki (roh-roh leluhur) dan naga golo yang menjaga perkampungan.
b. Hak ulayat yang dipangku Tu’a Teno (tokoh penguasa kayu senu berbentuk gasing yang ditanamkan di pusat kebun) lingko, ketika membuka ladang baru untuk dibagikan secara adil dan merata kepada semua anggota dalam satu beo (kampung).
c. Potret topografi (keadaan permukaan tanah pada suatu kawasan) yang berbukit-bukit dengan kemiringan 30-70 derajat, dan memiliki struktur tanah yang subur, menyebabkan masyarakat sangat akrab dengan alam dan menguasai alam kendati dengan penguasaan teknologi yang seadanya.
d. Beraneka ragamnya jenis vegetasi, dan banyaknya daun-daun yang kering dan hancur, menyebabkan tanah pertanian masyarakat subur secara alami. Hal ini mendorong masyarakat melakukan sistem berladang dengan berpindah-pindah (ekstensif).Namun, lama-kelamaan system ini tidak dapat dipertahankan lagi, dan harus melakukan ssstem berladang yang menetap, mengolah tanah terus-menerus setiap kali menghadapi musim tanam(intensif).
e. Perpaduan potret topografi yang subur dan berbagai jenis vegetasi yang akan menambah tingkat kesuburan tanah, menyebabkan banyak jenis hewan ternak seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, babi, dan ayam, dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Hal ini mendorong masyarakat untuk mengembangkan system peternakan modern, kendatipun dalam skala kecil sesuai dengan potret topografi dan jenis vegetasinya.
f. Margasatwa seperti kijang atau rusa, babi hutan, babi landak, merupakan sumber nabati hewani yang banyak mengandung protein untuk kenutuhan manusia.
g. Margasatwa jenis burung, seperti kaka kiong (burung jalak), burung panjat atau kakatua, burung beo, burung maleo, ayam hutan, memiliki nilai jual, dan juga berfungsi sebagai penyeimbang dalam pelestarian lingkungan.
h. Semakin meningkatnya teknologi pertanian, yang ditandai masyarakat beralih dari sistem berladang membuka hutan (ekstensif) ke pembuatan pematang untuk dijadikan ladang permanen atau sawah (intensif), dan terasering di kawasan yang berbukit-bukit.
2. Weakness (kelemahan)
a. Perkawinan dengan sistem kala rana wene wua (sirih baru pinang bua) artinya tidak ada hubungan darah sebelumnya, dengan uang paca atau pasa atau wagal (mas kawin) yang mahal dan nggolong (belis) yang banyak, menyebabkan dua hal yang sangat dikotomis. Pada satu sisi menutup untuk tidak terjadi perkawinan poligami;namun di sisi yang lain, membuat perkembangan ekonomi keluarga yang baru tidak begitu cerah, karena masih harus melunasi utang yang dipinjamkan dari orang untuk dibayarkan kepada pihak anak rona (orang tua istri) pada waktu paca atau pasa atau wagal (mas kawin). Kompas pernah mengulas bahwa tingginya angka kemiskinan di NTT termasuk Manggarai, sebagian besar disebabkan mahalnya mas kawin dan tingginya belis.
b. Banyaknya sida atau cida (minta bantuan saudari) rata-rata dua hingga empat kali dalam satu tahun, untuk meringankan beban saudara dalam melunasi uang paca, bahkan untuk kepentingan yang lain, menyebabkan perkembangan ekonomi keluarga juga tidak menentu.Misalnya rencana untuk membangun rumah tertunda hanya karena uang tabungan harus dialihkan untuk sida atau cida.
c. Potret topografi pada suatu kawasan yang berbukit-bukit dengan struktur tanah yang subur dan berbagai jenis vegetasi yang menambah kesuburan, mendorong masyarakat untuk membuka lahan pertanian secara ekstensif, yaitu membuka hutan secara besar-besaran dan berpindah-pindah.Akibatnya terjadi penggundulan hutan dan hal iniberdampak terjadinya banjir, erosi, dan tanah longsor.
d. Kendatipun teknik pagar tanaman ala tradisional yang mengandalkan kayu di masa lalu sudah diganti dengan teknologi memasang jerat dari kawat, hal ini hanya terhadap jenis hewan tertentu seperti babi hutan, namun masih ada serangan hewan lain seperi babi landak. Hal ini menyebabkan kemampuan masyarakat untuk mengerjakan ladang pertanian menjadi sangat terbatas. Sering juga terjadi lahan yang cukup luas yang seharusnya panen lebih banyak, namun karena diserang hewan terus-menerus hasilnya berkurang. Hal ini membuat masyarakat menjadi ndeghel (lemas, malas) untuk bekerja lebih giat lagi.
e. Masih ada masyarakat yang menolak teknik pemupukan modern untuk kesuburantanaman secara kimiawi, karena masih mengandalkan pemupukan alami, sehingga hasil panen tidak maksimal.
f. Kegagalan panen di samping kecerobohan manusia yaitutidak mampu menemukan bibit tanaman yang cocok dengan unsur hara pada struktur tanah, juga karena keserakahan manusia yaitu tidak mampu menjaga keseimbangan alam atau merusak alam, serangan hewan liar terhadap tanaman yang tidak bisa diatasi karena hanya mengandalkan cara tradisional, juga karena perubahan musim yang berada di luar kemampuan pengetahuan manusia terutama tentang mulainya musim tanam.
g. Masih ada etos kerja masyarakat yang monoton, santai dan kurang inovasi.
h. Ketika musim panen berpesta pora, menjual hasil panen kepada tengkulak dengan harga yang sangat murah, dan ketika musim paceklik ramai-ramai pergi ngende (minta bantuan kepada sanak saudara), cokol atau sokol (pinjam uang tinggi), tuda (mengambil benda atau barang pada pihak lain dandikembalikan pada musim panen berikutnya dua kali lipat), yang bersamaan dengan datangnya musim tanam, dan bahkan membeli lagi hasil dari panennya sendiri kepada tengkulak dengan harga yang sangat mahal.
3. Opportunity (peluang)
a. Sumber daya alam sebagai hasil hutan dan hasil-hasil laut yang belum dikelola secara optimal dan profesional, menjadi tugas dan tanggung jawab kaum intelektual terutama Sarjana Fresh Graduate untuk mengelolanya.
b. Sumber daya alam seperti hasil-hasil tambang harus dikelola secara baik dan benar terutama dalam rangka pemerataan lapangan pekerjaan dan pembagian hasil secara berimbang antara masyarakat setempat dengan Pemerintah Daerah pada tingkat Kabupaten.
4. Mengubah Threat (tantangan) menjadi Opportunity (peluang)
a. Mengantisipasi perubahan musim yang sulit dipantau dengan pengetahuan tradisional masyarakat, dan mencari alternatif lain dengan pengetahuan teknologi baru dan menemukan jenis tanaman yang tahan trhadap perubahan musim yang tidak menentu.
b. Menyederhanakan tradisi pesta-pesta dalam skala besar seperti paca atau wagal (mas kawin) yang berpengaruh semakin menurunnya pendapatan perkapita masyarakat
c. Perlu melakukan promosi objek wisata agro pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian, guna menarik kunjungan wisatawan sebanyak mungkin. Makin banyak kunjunagan wisatawan, makin meningkat pendapatan asli asli masyarakat, yang ditandaidengan banyaknya uang yang dibelanjakan wisatawan di daerah tujuan wisata. Dalam rangka mengantisipasi kunjungan wisatawan terutama mancanegara, perlu mempertahankan keaslian agro pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian yang mampu menarik minat wisatawan ketika berkunjung ke daerah tersebut dengan tarif yang memadai.
d. Perlu sosialisai sarana dan prasarana seperti pembamgunan jalan raya, air bersih dan penerangan, yang dibangun pemerintah agar masyarakat merasa memiliki dan menjaga sebagai aset untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama.
e. Segera melakukan reboisasi (menghutankan kembali) pada daerah-daerah yang sudah gundul akibat penebangan hutan secara liar, terutama pada daerah yang kemiringannya 30-70 derajat guna mencegah terjadinya erosi dan tanah longsor.
f. Mengantisipasi dan mencegah sistem ijon yang dilakukan para tengkulak pada musim panen. Pemerintah seyogyanya pada musim panen membeli hasil petani dengan harga yang wajar, dan dijal kembali kepada petani pada musim paceklik yang bersamaan dengan datangnya musim tanam dengan harga yang wajar pula.
5. Tradisi yang Tetap Dipertahankan
a. Tradisi yang menopang ekonomi jenis ternak, disamping mengerjakan sawah dan ladang, juga memelihara ternak. Misalnya ayam.kambing,babi, kuda, kerbau, sapi. Hewan-hewan tersebut disamping untuk menopang kebutuhan ekonomi, juga dijual untuk mendapatkan uang dan membayar nggolong (belis).
b. Tradisi yang menopang ekonomi jenis tanaman seperti kopi, kelapa, fanili, coklat (kakao), kemiri, tembakau, cengkeh dan aren atau lontar.
c. Tradisi menyadap tangkai bunga jantan pohon aren atau lontar mengahasilkan mince atau minse (nira). Selanjutnya mince atau minse (nira) diproses dengan cara penguapan yang dilepas begitu saja ke udara, untuk mendapatkan gula aren. Dapat juga diproses dengan cara langsung memasukan rekang damer yaitu ragi, endapan tuak yang terletak pada suban laru yang berasal dari kulit pohon wadang, ke dalam bambu penyadap nira untuk menjadi tuak raja. Dapat juga diproses dengan cara penguapan yang ditampung ke dalam pipa bambu besar untuk disuling menghasilkan sopi bm (bakar menyala). Sebuah anekdot bagi mereka yang berprofesi menyadap nira untuk menjadi sopi bm (bakar menyala): dontor lopo manga woja longko, weda pangka leka manga woja wega artinya dengan membuat tuak raja atau sopi bm bisa menopang ekonomi keluarga.

F. Kesimpulan
Pemberdayaan sosial, budaya dan ekonomi Manggarai timur bisa terwujud, jika masyarakat mampu membuat pemetaan yang bermakna bagi pemberdayaan sosial, budaya dan ekonomi. Selain itu mampu mempertahankan Strength (kekuatan), mampu mengatasi weakness (kelemahan), mampu memnfaatkan Opportunity (peluang), bahkan menjadi Strength (kekuatan), mampu mempertahankan tradisi-tradisi sosial, budaya dan ekonomi yang dilakukan ketika menekuni bidang profesi.

Mutu SDM (Sumber Daya Manusia) akan ditandai dengan mutu jati diri, yang berarti mutu kesadaran pada tataran empat dimensi yaitu kesadaran kosmis, dan mutu kesadaran kosmis akan ditandai dengan tekun dan konsisten, mudah mencegah masalah tanpa menimbulkan masalah baru dalan menjalankan profesinya.

Peran SDM (Sumber Daya Manusia) dalam menekuni bebagai bidang profesi akan semakin dirasakan manfaatnya, jika Kabupaten Manggarai Timur cepat maju dalam berbagai bidang, terutama bidang sosial, budaya dan ekonomi, dengan catatan seluruh komponen masyarakat Manggarai Timur melihat tersebut sebagai karunia yang harus disyukuri, dimaknai, dipertahankan dan diberdayakan dengan mendharma-bhaktikan tenaganya dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Manggarai Timur.

*) Direktur AKPARDA. Pemerhati sosial budaya dan Ekonomi. Asal Pongkal, Pateng, Regho, Manggarai Barat. Disampaikan dalam diskusi bersama mahasiswa Manggarai Timur di Kampus Janabadra Yogyakata, 20 Oktober 2007.




Sumber Acuan
Hardono Hadi,1996, Jatidiri Manusia (Berdasarkan Filsafat Organisme Whitehead), Kanisius, Yogyakarta

Koentjaraningrat, 1997, Manusia dan kebudayaan Di Indonesia, Djambatan, Jakarata

Nicolaus Got, 2007, Makna Adat Istiadat, Leluhur Putri Nggerang, Budaya dan Pariwisata Manggarai Bagi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Perpustakaan Akparda, Yogyakarta

Ouspensky, P.D., 1970, Tertium Organum, The Third Canon of Thought A Key to the Enigmas of the World, Vintace Books, New York

Redaksi Sinar Grafika, 2002, UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945 Secara lengkap (Pertama 1999-Keempat 2002), Sinar Grafika, Jakarta

Tim Penyusun Pustaka Pelajar, 2005, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

DARI JOGJA UNTUK MANGGARAI TIMUR

DARI JOGJA UNTUK MANGGARI TIMUR
(sebuah catatan untuk tanah tercinta)

oleh Alfred Y. Tuname

A. Pengantar
Yogyakarta merupakan sebuah propinsi yang memiliki banyak prestasi dengan sederet ikon yang berdiri di balakang namanya. Yogyakarta adalah kota budaya, kota pendidikan, kota pelajar, kota pariwisata, kota perjuangan, kota gudeg, kota sepeda, kota reformasi, dan Indonesia kecil. Ikon-ikon inilah yang menjadikan kota Yogyakarta memiliki daya tarik tersendiri. Oleh sebab itu, banyak generasi muda dari berbagai propinsi dan daerah datang ke kota ini dengan berbagai alasan. Tentu saja, alasan yang paling dominan adalah untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Untuk alasan itu pula, generasi muda Manggarai khususnya Manggarai Timur datang ke kota ini.

Generasi muda Manggarai Timur yang kemudian disebut mahasiswa Manggarai Timur disela-sela kesibukan kuliah membentuk organisasi yang bersifat kekeluargaan. Dengan semangat kekeluargaan pula dibentuklah Ikatan Keluarga Besar Manggarai Timur Seluruh Yogyakarta (Ikamarsta) pada tahun 2007. Ikamarsta mengayomi mahasiswa Manggarai Timur dan orang tua yang berasal dari Manggarai Timur. Ikamarsta dibentuk bukan saja sekadar sebagai wadah nostalgia tetapi sebagai organisasi yang visioner. Organisasi ini memiliki visi yaitu membangun kesadaran kritis dan solidaritas dalam semangat persaudaraan. Harapannya adalah masyarakat Manggarai Timur Yogyakarta memiliki kesadaran, sikap dan perilaku berbasis budaya Manggarai. Jargonya adalah kudut neka hemong kuni agu kalo.

B. Ikamarsta dan Manggrai Timur
“fundamentally, there is no right education except growing up into a worthwhile world” merupakan kalimat Paul Goodman yang sudah memberikan amunisi pada semangat ase kae Ikamarsta untuk berkarya. Sebagai mahasiswa mereka tidak saja belajar tetapi mereka juga dituntut untuk menjadi agent of change yakni generasi muda yang memiliki kesadaran kritis sehingga mampu melihat dunia dan permasalahnya dengan jelas. Namun, tidak berhenti di situ, mereka juga harus berbuat yang bernilai untuk “growing up into a worthwhile world”. Dalam kaitan dengan itu, Anak-anak Ikamarsta memiliki peranan dan bertanggung jawab dalam rangka membuat dunia lebih baik khususnya Manggarai Timur. Oleh sebab itu, Ikamarsta harus turut berperan serta aktif dalam membantu membangun masyatakat Manggarai Timur yang sejahtera dan berkeadilan.




Kabupaten Manggarai Timur merupakan sebuah kabupaten baru yang disahkan oleh DRP RI pada 17 Juli 2007 sebagai hasil pemekaran dari kabupaten Manggarai menurut amanat undang-undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, pasal 18 dan Undang-Undang Otonomi Daerah nomor 32 ahun 2004, pasal 4. Kabupaten ini memiliki enam kecamantan (Poco Ranaka, Borong, Kota Komba, Lambaleda, Elar Dan Sambi Rampas), luas wilayah 2. 643,41 km persegi dan jumlah penduduk ± 232.020 jiwa .

Selain telah dibaptis sebagai kabupaten baru, kabupaten Manggarai Timur memiliki predikat daerah otonomi yang luas. Menurut Sabaruddin, penekanan defenisi daerah otonomi adalah lebih berorientasi kepada masyarakat, kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyatakat setempat menurut prakarsa sendiri . Dan pada dasarnya, pemekaran kabupaten bertujuan untuk mendapatkan keadilan dan pemerataan dengan cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat ekonomi pembangunan, mempercepat proses demokrasi, meningkatkan pelayanan publik dan pada waktu yang bersamaan dengan membawa pemda yang baru untuk lebih dekat dengan rakyat. Dari sisi politik, tujuan pemekaran adalah untuk mengakhiri sistem sentralisasi serta mempercepat tuntutan proses demokratisasi melalui sistem desentralisasi . Di sisi lain, pemekaran merupakan upaya pemerintah pusat untuk mencegah tindakan separatisme sebagai akibat ketimpangan pendapatan daerah dan pudarnya semangat nasionalisme. Dari sisi ekonomi, pemekaran bertujuan, pertama, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah yakni meningkatnya lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat. Kedua, adanya desentralisasi fiskal diharapkan dapat mengatasi masalah ketidakefisienan pemerintah yang diukur dari besaran dari biaya transaksi, ketidakstabilan makro ekonomi yang diukur dari tingkat inflasi dan pengangguran daerah, serta kelambanan pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDRB. Ketiga, dengan pemekaran ini diharapkan dapat menurunkan level pelayanan masyarakat ke tingkat wilayah administrasi paling bawah sehingga dapat mengelola pembangunan daerah menjadi lebih cepat dan akurat. Dan keempat, dengan otonomi daerah ini diharapkan anggaran daerah dapat mengalir menuju sektor atau masyarakat dengan tepat sasaran sehingga dapat mencapai kegiatan pembangunan daerah yang merata dan tepat di masing-masing daerah.

Untuk mewujudkan itu, dibutuhkan pemerintah yang pro rakyat. Pemerintahan yang pro rakyat adalah pemerintah yang tidak mempermainkan kepentingan rakyat demi untuk memperoleh imbalan materi tertentu. Filsuf Michael Foucault menyatir pemerintah sebagai alat utama kekuasaan politik bahwa tujuan pemerintah bukanlah aksi memeritah itu sendiri, melainkan kesejahteraan, perbaikan kondisi, peningkatan kesejahteraan, umur panjang dan kesehatan bagi masyarakat. Dalam pandangan Marzuki, hal ini disebut disebut sebagai “politik untuk mensejahterakan rakyat” . Bagi Marzuki, untuk mewujudkan kesejahteraan itu, mula-mula pemerintah harus mampu dan mau memciptakan sistem yang fair dan adil. Sistem ini selalu melihat dan melayani kepentingan rakyat banyak di atas kepentingan suku atau golongan.

Sebelum menjabat sebagai bupati dan wakil bupati defenitif Manggarai Timur, Drs. Yoseph Tote, M.Si dan Andreas Agas, SH.M.Hum dalam kampanyenya mencanangkan program-program yang berprioritas pada masalah komoditi hasil pertanian (cengkeh, kopi,vanili, kemiri dan kakao) kesehatan, pendidikan serta iklim pelayanan pemerintah terhadap masyarakat yang mengutamakan asas transparansi serta bertanggung jawab penuh pada rakyat sebagai salah satu bagian dari rakyat yang harus ke kembali kepada rakyat . Sebagai warga Manggarai Timur di perantauan, Ikamarsta menilai program ini cukup fair dan adil kepada rakyat. Dikatakan demikian, sebab faktor unggulan Manggarai Timur adalah sektor pertanian dan perkebunan. Mayoritas masyarakat Manggarai Timur adalah petani. Dan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus memprioritas pertumbuhan sektor pertanian. Di sisi lain, buruknya kualitas kesehatan, pendidikan dan public services harus menjadi perhatian serius seluruh jajaran pemeritahan daerah Manggarai Timur. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat Manggarai Timur. Dan kualitas SDM yang baik memiliki korelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tentu saja semua masyarakat Manggarai Timur menanti sejauh mana realisasi kampanye tersebut.

Namun, dalam mewujudkan masyarakat Manggarai Timur yang sejahtera disadari tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Begitu banyak persoalan, rintangan dan tantangan yang harus dihadapi pemerintah. Pemerintah pun tidak dapat bekerja sendirian untuk mewujudkan cita-cita bersama itu. Semua elemen masyarakat Manggarai Timur (pemerintah, gereja, korporasi, masyarakat sipil) harus saling bersinergi dan bekerja sama untuk membangun Manggarai Timur demi mewujudkan cita-cita kolektif, masyarakat Manggarai Timur yang sejahtera dan keberkeadilan.

Dari perantauan, Ikamarsta sebagai bagian dari elemen masyarakat Manggarai Timur bertekad untuk membantu mewujudkan masyarakat Manggarai Timur yang sejahtera dan berkeadilan. Ikamarsta pun siap untuk bersinergi dengan elemen manapun guna terwujudkan cita-cita bersama tersebut. Dan sebagai generasi muda Manggarai Timur, kami mewujudkan cita-cita bersama itu dengan menyiapkan diri sebagai generasi yang berkualitas; berpikir kritis, kreatif dan memiliki skill. Sejak terbentuknya Ikamarsta sebagai organisasi telah melaksanakan kegitan yang konstruktif. Pada tanggal 20 dan 21 Oktober 2007, Ikamarsta menyelenggarakan Diskusi Bersama dan Pentas Budaya Tarian Caci Manggarai dalam rangka menyambut pembentukan Kabupaten Manggarai Timur. Diskusi Bersama dengan tema besar “Jogja Untuk Manggarai Timur” dibawakan oleh lima panelis yaitu Drs. Fredy Pantas, M.Sc, Dr. Nicolaus Got, Ben Senang Galus, Gregorius Sadhan, dan Rm. Feri Warman,Pr. Diskusi ini bertujuan untuk memberi ruang discourse untuk melihat potensi dan tantangan Manggarai Timur setelah terbentuk sebagai sebuah kabupaten yang otonom. Sementara Pentas Budaya Tarian caci Manggarai yang menghadir keluarga Manggarai Solo sebagai meka landang dan dibuka secara resmi oleh Bapak Wali kota Yogyakarta disambut antusias oleh seluruh masyarakat Manggarai Yogyakarta dan Solo serta masyarakat Yogyakarta setempat Pentas Budaya Tarian Caci dirayakan sebagai pesta bersama menyambut kelahiran kabupaten baru Manggarai Timur. Semua kegiatan tersebut berjalan sukses dan aman dibawah koordinasi Ketua Panitia Alfred Yohanes Tuname dan Ketua Ikamarsta periode 2007/2008 Mardilianus Suhardi. Sebagai sumbangsih kami terhadap kabupaten tercinta Manggarai Timur, kami lampirkan hasil-hasil Diskusi Bersama dan Pentas Budaya Tarian Caci Manggarai berupa naskah dan video live (VCD).
Setelah masa dormansinya yang cukup panjang, Ikamarsta memulai kegiatannya dengan pemilihan ketuanya yang baru untuk periode 2008/2009 pada bulan Oktober 2008. Ada pun ketua terpilih adalah enu Maria S. Irene. Kemudian diikuti dengan ziarah bersama keluarga Ikamarsta di Gua Maria Sri Ningsih, Klaten pada tanggal 14 Februari 2009. Dan pada tanggal 26-29 Maret 2009, Ikamarsta menyelenggarakan Turnamen Bola Voli Putri dalam rangka menigkatkan persaudaraan enu-enu Manggarai di Yogyakarta. Turnamen ini merupakan turnamen bola voli putri pertama untuk orang Manggarai di Yogyakarta.

kepada Bapak Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Timur

IKATAN KELUARGA BESAR MANGGARAI TIMUR SELURUH YOGYAKARTA
(Ikamarsta)

Menyampaikan Ucapan Selamat Atas Terpilihnya

BAPAK DRS. YOSEPH TOTE, M.Si
dan
BAPAK ANDREAS AGAS, SH., M.hum
Sebagai Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Timur Periode 2009-2014


Kiranya rahmat dan berkat Tuhan yang Maha Kuasa akan selalu
menaungi perjalanan hidup bapak berdua, khususnya dalam mengemban
amanah dari seluruh masyarakat Manggarai Timur. Semoga kepemimpinan bapak berdua
mampu membawa perubahan demi terciptanya kehidupan masyarakat Manggarai Timur
yang adil, makmur dan sejahtera.


Tabe dami,

ttd ttd

Maria S. Irene dan Mariano Deventer
(Ketua Ikamarsta dan Sekretaris Ikamarsta)

Jumat, 06 Maret 2009

senior smile



"tertawa itu sehat. yang tidak tertawa belum tentu sehat. bo eme imus ket..."

jasmerah



"sejarah adalah cermin untuk menatap masa depan dengan senyum. so, jangan pernah melupakan sejarah. Jasmerah, kata bung Karno!!kadang walau dimensi jarak dan waktu mulai memisahkan diri kita darinya, ia selalu mencari celah di sisi relung hati. jika kita berusaha melupakannya maka itu berarti kita juga sedang lupa bhwa kita sedang membohongi diri, khusunya hati. atau mungkin kita sedang membuat sejarah pada 'de neram tala one raga' yg baru? semoga jawabannya juga mungkin?"

de-aphorism



"duduk sama rendah, berdiri belum tentu tinggi"

peluklah







"dalam setiap pelukan selalu ada kasih yang terselip"